BAB I
PENGELOLAAN
HUTAN DALAM PEMERINTAHAN SOEHARTO
A.
INDUSTRI KEHUTANAN
PENDAHULUAN
Negara
merupakan pelaku utama dalam peneglolahan hutan dibawah pemerintahan
Soeharto.Ketika Soeharto mulai berkuasa tahun 1996,setelah jatuhnya presiden
Soekarno,ia melancarkan program pembangunan ekonomi yang bertujuan mengejar
ketertingalan negaranya untuk keluat dari kemelut ekonomi yang menimpah
indonesia, dengan inflasi yang tinggi dan hutang.Sektor kehutanan berdasarkan
Undang-Undang investasi asing dan domestik No.1/1967 dan Undang-Undang No.
6/1968 serta Undang-Undang Kehutanan No.5/1967,merupakan bagian utama dari
agenda ekonomi untuk mengembangkan ekspor log dari tahun 1968 sampai tahun
1985,industri Plywood (kayu lapis) tahun 1980-an dan industri pulp dan kertas tahun 1990-an.
MASA TRANSISI DARI SOEKARNO KEPADA
PEMERINTAHAN SOEHARTO
Berakhirnya
rezim Soekarno,yang dikenal dengan sebutan Demokrasi terpimpin yaitu sistem
politik yang merujuk pada kekuasaan politik,dan ekonomi Terpimpin dari tahun
1960-1965 dikarenakan operasional
berjalan tidak mulus.
Pada
bulanSeptember dan oktober 1965 terjadi pergolakan politik yang melibatkan
perseteruan antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kekuatan Angkatan Darat
(AD) . Kejadian yang tragis ini mengundang kelompok militer,yang saat itu
diketuai oleh Soeharto sebagai pemimpin Kostrad (Komando Strategis Angkatan
Darat),didukung oleh rakyat,mahasiswa dan kelompok-kelompok fungsional untuk menghancurkan PKI. Kejadian ini juga diikuti pengaruh yang
kuat atas awal dimulainya krisis ekonomi dan hiperinflasi,yang menyebabkan
harga-harga melambung tinggi,dan lemahnya mata uang,yang mendorong kejatuhan
rezim Soekarno.
Perubahan
radikal terjadi dalam pemerintahan Indonesia pada tahun 1966 dari rezim
Soekarno lama ke rezim Soeharto yang disebut Orde Baru.
PEMERINTAHAN SOEHARTO
Saat
berkuasa pada tahun 1966,Soeharto secara luas didukung oleh mayoritas
masyarakat Indonesia mencakup siswa,militer,birokrat,Golongan Karya (Golkar).
Awalnya pemerintahan Soeharto menyiapkan
program sesuai dengan paradigma pembangunan ekonomi.Dimana sekelompok perencana
ekonomi yang dikenal sebagai The Berkeley Mafia mengambil langkah-langkah
segera untuk mengembangkan ekonomi lemah Indonesia dan mulai untuk
mengembalikan kerangka hukum pada kinerja ekonomi melalui stabilisasi dan
rehabilitasi kebijakan politik. Prioritas ditempatkan pada kebijakan stabilisasi.
Dalam
hal ini pemerintah mengambil langkah-langkah jitu untuk mengendalikan
hiperinflasi,mengadopsi anggaran yang seimbang,membuka perekonomian dengan
menyediakan iklim yang kondusif bagi investasi asing,dan dibangun Inter
Pemerintahan Groups (IGGI) untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia jangka
panjang.
Kebijakan
Rehabilitas tersebut ditunjukan untuk memberikan kebutuhan dasar bagi
masyarakat Indonesia sebagai seperti makanan,pakaian,dan perumahan melalui
rehabilitasi dan penyediaan infrastruktur.Kebijakan ini memiliki dampak positif
pada pemulihan kinerja ekonomi negara.
Sektor
kehutanan merupakan salah satu faktor pendukung pembangun perekonomian
Indonesia.Berkat sector ini,pemerintah berkesempatan memperoleh devisa dan
menciptakan lapanagan kerja bagi masyarakat.
KONSESI Log HPH
Pemerintah
pusat mempunyai tugas yang penting dalam melakukan pengelolaan hutan dalam hal
perencanaan dan memberikan perizinan HPH
(selama 20-25 tahun),mengontrol operasionalnya,dan memberikan sanksi bagi
pemilik HPH yang melanggar peraturan .
Kalimantan adalah
Provinsi yang mempunyai potensi area konsesi HPH yang tinggi dan jarang
penduduknya dibandingkan luas geografi dan kekayaannya dalam kepemilikan sumber
daya alam, sasaran pertama eksploitasi hutan,karena mempunyai stok kayu
komersial terbesar,dan paling dekat dengan pusat pasar Asia,seperti
Singapura,Hongkong,Taiwan ,Korea Selatan , dan Jepang.
INDUSTRI PLYWOOD DALAM TAHUN 1970-AN
Rezim
Orde Baru mempunyai strategi berbeda dalam langkah-langkah pengembangan
industri.Dekade awal (1966-1976) dari pemerintahan Soeharto adalah periode
lebih difokuskan atas pembentukan tatanan politik dan pertumbuhan ekonomi,yang
menekan atas program rehabilitasi dan stabilisasi.
Kebijakan
industri Industrialisasi bukanlah semata-mata produksi ekonomi,tetapi lebih
penting yaitu penambahan nilai tambah sumber daya alam didasarkan
produksi.Kebijakan industrialisasi selama Pelita Kedua diarahkan kepada promosi
ekspor dengan konsentrasi atas sumber utama industri pemrosesan,khususnya
industri plywood.
Untuk mempromosikan industri dalam
negeri dan mengurangi ketergantungan dalam impor barang-barang,tahun 1975
negara memperkenalkan suatu peraturan melarang impor plywood.Walaupun harga
pasar untuk impor plywood lebih murah dari pada industri plywood dalam
negeri,pemerintah mendorong kapitalis dalam negeri untuk mengembangkan industri
plywoood.
Pada
tanggal 12 Febuari 1976,dibentuk Asosiasi Perusahaan Kayu yan dikenal dengan
nama Apkindo (Asosiasi Panel Kayu Indonesia).Asosiasi ini bertujuan untuk
mengkonsolidasi dan memperkokoh bisnis kayu dalam negeri dan mempromosikan
industri pemrosesan kayu untuk kepentingan ekspor.Awalnya asosiasi ini tidak
bekerja secara efisien,bagaimanapun ketika Bob Hasan menjadi ketua Apikindo
dari tahun1983-1990,asosiasi ini bekerja dekat dengan pemerintah untuk
mempromosikan dengan cepat industri plywood keluar negeri. Akhirnya,industri plywood
tumbuh terus dan capat.
INDUSTRI PLYWOOD DALAM TAHUN 1980-an
DAN 1990-an
Pemerintah
Soeharto mengkonsentrasikan pada tiga langkah strategis dalam sektor kehutanan
,pertama negara memulai memfokuskan industri plywood sebagai komoditi
substitusi ekspor yang penting; ia menduduki posisi kedua setelah pendapatan
dari sektor minyak dan gas,kedua yaitu promosi pemerintah pada industri plywood
memberikan kontribusi yang substansial kepada keseimbangan pembayaran Indonesia
dan pertumbuhan ekonomi ,dan yang ketiga pemerintah secara konsisten melakukan
kebijakan ekonomi yang tepat diawal tahun 1980-an untuk memperkuat implementasi
orientasi ekspor dan strategi industrialisasi,khususnya industri pemrosesan
kayu,misalnya pemerintah akhirnya melarang ekspor log tahun 1985.
Industri plywood telah membuat
kontribusi yang utama terhadap pendapatan
non-minyak dan gas sejak awal tahun 1980-an dan 1990-an.
Ekspor plywood
Indonesia menjadi lebih kompetitif dan sangat menarik pemilik konsesi HPH untuk
mengembangkan industri plywood didalam negeri lebih jauh,ekspor plywood
Indonesia tidak hanya diarahkan kepada pasar-pasar tradisional Asia,tetapi
perlahan merabah kepada pasar baru yang beraneka ragam seperti Timur
Tengah,Amerika Serikat dan Kanada,Eropa,Afrika Utara,dan sebagainya.Ini berarti
bahwa pemasaran plywood menjadi faktor kunci yang lain dalam mempromosikan
industri ini.Industri plywood di Indonesia telah dapat melakukan difersifikasi
pasarnya.
HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI)
LATAR BELAKANG
Ada
dua alasan utama untuk pembangunan hutan tanaman industri.Pertama kekurangan
kayu untuk bahan mentah industri kayu seperti,plup (bubur kertas),plywood (kayu
lapis),sawmill (kayu gergajian), dan sebagainya.Kedua , HTI (Hutan Tanaman
Industri) dikembangkan sebagai
alternatif untuk memenuhi keperluan kayu
yang besar sebagai bahan baku.
HTI adalah sektor kehutanan yang
dikembangkan agar meningkatkan potensi dan kualitas produksi hutan,dengan
implementasi intensif silviculture untuk menyediakan kayu industri sebagai
bahan mentah.
TUJUAN DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HTI
Sasaran pembangunan HTI sebagai berikut:
Mendukung pertumbuhan industri kayu
dengan menyediakan kayu sebagai bahan mentah untuk suplai sumber daya yang
lestari;
Mendukung ekspor industri kayu disamping
permintaan kayu dalam negeri;
Meningkatkan potensi kayu di area hutan
produksi, khususnya di non-area produksi;
Memperluas kesempatan kerja di dalam
industry kehutanan.
Pokok-pokok kebijakan pembangunan HTI :
HTI di kategorikan sebagai perusahaan.
Perusahaan Industri Kayu yang terlibat
dalam penyediaan bahan mentah, penggergajian dan industri veneer;
Perusahaan Kayu Serat, yang menyediakan industri pulp dengan papan serat;
Energi kayu , di pakai untuk arang dan
bahan bakar minyak.
Area dan Lokasi untuk implementasi
pembangunan HTI mengandung :
Area hutan produksi terbatas area hutan
lain;
Tanah kosong, savanna, dan area semak
belukar;
Hutan produksi yang masih produktif
Dana untuk pembanguan HTI diperoleh dari
:
Dana Reboisasi
Dana Swasta
Dan sumber dana lain
Dana reboisasi bukan subsidi pemerintah
Jumlah saham pemerintah (maks. 49% dari
investasi)
Deklarasi modal reboisasi yang diadakan
oleh BUMN
Luas dan tipe kayu untuk pembangunan HTI
diatur sebagai berikut :
Untuk mendukung industry pulp disediakan
300.000 hektar area;
Untuk mendukung kayu dan industri
lainnya dibutuhkan 60.000 hektar area.
PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN
HTI
Pemerintah
merencanakan pembangunan HTI di dalam Pelita IV, V, dan VI (sampai tahun 2000)
keseluruhannya berjumlah 6,2 juta hektar. Projeksi ini didasarkan atas taksiran
produksi kayu menjelang tahun 2000 mencapai suplai setiap tahun 150 juta m^3,
yaitu 60 juta m^3 dari hutan alam dan 90 m^3 dari HTI. Maka, untuk
mengantisipasi kebutuhan untuk HTI, Departemen Kehutanan di dalam Pelita V
(1988-1993) menanam sekitar 1,5 juta hektar HTI di 18 provinsi. Namun patut
disesalkan, realisasi penanaman HTI hanya mencapai 23%. Dan sisa tanaman HTI
ditanam dalam tahun 1985-2000, keseluruhan 11 juta hektar dan terdiri 386 unit,
satuan pengelola hutan dengan luas sekitar 30.000-50.000 hektar setia unit.
Sebenarnya,
pemerintah secara konsisten masih melancarkan pembangunan HTI di banyak
provinsi. Kebijakan ini diterpakan dalam usaha mengatasi rusaknya produk kayu
dalam jangka panjang sebagai bahan mentah industri. Untuk ini dua masalah harus
dipecahkan. Pertama, mengatasi praktek illegal logging hutan lindung dan
konservasi. Kedua, adanya kerusakan hutan yang serius di banyak daerah.
PERUSAHAAN SWASTA MELIHAT PEMBANGUNAN
HTI
Pemerintah
mewajibkan setiap perusahaan swasta yang terlibat dalam pembangunan HTI untuk
bekerja sama dengan perusahaan kehutanan negara (Inhutani). Keterlibatan
Inhutani dalam ‘joint corporation’ (perusahaan yang bekerja sama), mengizinkan
pemerintah memperoleh 35-40% dari semua modal. Melalui kerja sama ini,
perusahaan swasta mendapatkan pinjaman ringan dari Dana Reboisasi dengan bunga
0% dan pinjaman komersial dengan masa tenggang 8 tahun dari penanaman HTI.
Pemerintah
telah mengembangkan sistem ‘prioritas model’ di dalam pembangunan HTI. Ada 13
perusahaan seperti , Tusam Hutan Lestari, Aceh NusaiIndrapuri(Aceh), dan
beberapa perusahaan lainnya memperoleh keuntungan dari model system ini.
Mengapa perusahaan ini beruntung dari implementasi ‘sistem prioritas’? Menurut
Direktorat Jenderal Produksi Sumber Daya Hutan, alas an utamanya adalah karena
pemilik HTI mempunyai ‘hubungan yang baik’ dengan keluarga Soeharto.
Ada
suatu ‘gap’ (kesenjangan) antara pelaksanaan di lapangan dan perencanaan
pembangunan HTI. Banyak kritik mengenai ‘korupsi’ Dana Reboisasi dan kurangnya
penegakkan hukum dalam penanaman HTI dari LSM. Misalnya, M.S. Zulkarnaen ,
mengkritik pemerintahan Soeharto dengan tuntutan untuk mencabut Keppres
No.49/1994 mengenai ‘Dana Reboisasi’ yang mengizinkan memakai dan tersebut
untuk sektor lain di luar industri kehutanan. Bagaimanapun, karena merak
mempunyai hubungan kuat dengan elit pemerintahan, khususnya Soeharto , maka
akan sangat sulit untuk menghukum para aktor penyimpang dana reboisasi di
pengadilan.
Keputusan
pemakaian lahan untuk pembangunan HTI merupakan masalah yang kritis di
lapangan. Banyak konflik lahan atas HTI antara Departemen Pemerintah, perusahaan
swasta, dan masyarakat lokal.
INDUSTRI PULP (BUBUR KERTAS) DAN
KERTAS
Pulp
adalah bahan mentah untuk membuat kertas. Bahan mentah ini dibuat dari serat
pendek yang diperoleh dari produksi kayu dan non-kayu. Proses yang paling
populer di Indonesia adalah kemikel, diikuti semi-kemikel.
Secara
teknis, penyediaan bahan mentah untuk tanaman HTI harus ditanam di area seluas
200.000 hektar untuk setiap industri pulp. Menurut Mansur, ‘Kita optimis, bahwa
dalam dekade yang akan datang produksi industri pulp akan berkembang pesat’.
KEBIJAKAN DAN PERATURAN PEMERINTAH
INVESTASI
Pemerintah
berusaha mendorong investor domestik dan asing untuk investasi. Bermacam
fasilitas telah dilengkapi, misalnya penyederhanaan prosedur perizinan, alokasi
lahan HTI, dana reboisasi , dan hal lain yang bersangkutan.
Pemerintah
terlibat aktif dalam mendukung pembangunan industri pulp dan kertas agar
memperoleh nilai tambah, yakni produksi hutan dan pendapatan devisa asing.
Kebijakan pemerintah dan sebagainya bertujuan untuk mendukung pembanguan
industri pulp dan kertas, yakni agar mempertemukan penawaran yang meningkat
untuk kertas baik domestik dan pasar ekspor. Pemerintah memproteksi produser
kertas lokal seperti, melalui pajak impor yang diterapkan kepada kertas yang
sudah diproduksi lokal pada tingkatan 30-40%.
Peraturan
ini menguntungkan untuk perusahaan-perusahaan yang dapat melancarkan produk
kualitas yang sama untuk produksi impor.
PERATURAN INVESTASI PMA
Pemerintah
telah banyak member perhatian kepada Penanaman Modal Asing(PMA), sebagaimana
tercermin di dalam provinsi ini:
Perusahaan
PMA yang mendapat izin pemerintah di bawah UU No. 1/1967 mengenai ‘investasi
asing’, diberikan konsesi investasi selam 30 tahun, dari tanggal pembentukkan
bisnis legal.
Perusahaan
PMA yang mempunyai komitmen investasi menurut perizinan pemerintah dapat
melamar ekspansi.
Perusahaan
PMA dibutuhkan dalam bentuk ‘joint venture’, dan minimum saham modalnya 20%
untuk modal nasional ketika didirikan dan ditambah menjadi 51% di dalam waktu 15
tahun dari permulaan produksi komersial.
Perusahaan
PMA akan mendapatkan fasilitas yang sama sebagaimana perusahaan PMDN, jika
pemerintah memiliki 51% dari perusahaan swasta nasional. Kondisi atas 20% saham
dari keseluruhan harus dijual di pasar bursa efek nasional, sebagai saham’atas
nama’ publik/umum.
Industri
pulp dan kertas telah menarik investor PMA, karena kondisi Indonesia dinilai
kompetitif, khususnya untuk tujuan ekspor.
FASILITAS ATAS INVESTASI
Diatur
dalam UU No. 7/1983 dan UU No. 13/ 1985 sebagai berikut:
Pengurangan
dari pajak impor untuk mesin dan spare-parts, kecuali untuk tipe yang khusus
telah diproduksi secara lokal
Pembebasan
dari pajak impor untuk bahan baku yang mendukung material untuk 2 tahun masa
produksi.
Pembebasan
dari pergantian pajak nama untuk registrasi pengapalan yang pertama didaftarkan
di Indonesia.
Pembebasan
dari pajak pendapatan untuk importir barang-barang modal dan bahan baku untuk
masa 1 tahun bagi perusahaan baru atas
kondisi bahwa perusahaan tersebut bukan mempunyai kewajiban untuk membayar
pajak pendapatan.
KONSUMSI KERTAS INDONESIA
Indonesia mempunyai potensi untuk
mengembangkan industri pulp dan kertas dalam tahun akan datang. Konsumer
Indonesia memerlukan 5 kg kertas per kapita. Menurut studi internasional Jaako
Poyry (1999), konsumsi kertas dari 1986-2001 bertambah setiap tahun mencapai
2,4%, disertai kertas lain seperti, koran,kertas cetak,dan kertas tulis sekitar
3% setiap tahun dan kertas industri 1,86%. Prediksi umum untuk setelah tahun 2000,
bahwa konsumsi kertas akan bertambah kepada 50 kg/per kapita setiap tahun.
Negara-negara Asia Tenggara akan berperan besar dalam penambahan ini. Misalnya,
Singapura memakai setiap tahun, 179% kg/per kapita, Malaysia 56 kg/per kapita,
Thailand 21 kg, Filipina 13 dan Indonesia 10 kg (Asean Development Bank, 1987).
Bahkan dengan taksiran ini, rekor Indonesia masih paling rendah dalam
mengkonsumsi kertas per kapita, meskipun rata-rata negara bertambah sekitar
7,25% setiap tahun. Jika di bandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnya seperti,Malaysia, yang rata-rata bertambah 7,06%, Thailand 5,62%,
Filipina 4,18% dan Singapura hanya 3,63% per tahun.
Mengapa konsumsi kertas orang Indonesia
masih rendah rekornya? Ada dua faktor alasan. Pertama, pendapatan nasional
(GNP) masyarakat Indonnesia masih rendah sekitar 600 US dolar (1996), dan
meningkat menjadi 1.000 US dolar tahun 1998. Kedua, ini menyangkut faktor
budaya dan kebiasaan, bahwa masyarakat Indonesia tidak secara luas memakai
kertas industri seperti, kertas tisu, koran, papan kartu, kertas dupleks dan
kertas rol. Menurut Direktorat Jenderal Dasar Obat-obatan, projeksi tahun 1990
akan memerlukan 185,5 juta ton untuk pulp dalam tahun 1994, dan kapasitas
pengadaan hanya 183,5 juta ton, sehingga mengalami kekurangan sekitar 2 juta
ton. Pada tahun 2000, tuntutan pulp dunia mencapai 215,2 juta ton, sedangkan
kapasitas suplai (pengadaan) hanya mencapai 197,3 juta ton, kekurangannya
berkisar 17,9 juta ton (Report of APKI, 1999).
INDUSTRI PULP DAN KERTAS DI INDONESIA
Sejarahnya, industri pulp dan kertas di
Indonesia di mulai pada masa penjajahan Belanda. Pabrik pertama di bangun tahun
1923 di Padalarang, Jawa Barat dan Probolinggo di Jawa Timur tahun 1939. Dua
pabrik tersebut memakai merang padi dengan proses soda yang menghasilkan
sekitar 4.000 ton per tahun dan di bangun oleh perusahaan Belanda bernama
Gelderland & Tielens dari Niimegen. Ketika Indonesia memperoleh kemerdekaan
tahun 1945, pemerintah Indonesia membangun banyak pabrik kertas, seperti Blabak
di Magelang, Pematang Siantar di Sumatera Utara, Basuki Rahmat, Banyuwangi Jawa
Timur, dan Gowa di Sulawesi Selatan. Di antara pabrik ini, ada 12 pabrik
integratif yaitu perusahaan pulp yang lebih besar dan kertas menjadi satu
seperti, Indah Kiat, Kertas Kraft Aceh dan Kertas Leces.
Laporan tahun 1990 mencatat, bahwa
kapasitas produksi seluruhnya dari kertas industri adalah 1.716.000 ton, namun
realisasi produksi hanya 1.438.100 ton. Ini berarti pabrik hanya bekerja
sekitar 83,80% dari kapasitas. Perkembangan produksi pabrik pulp tahun 1998
bertambah menjadi 4.106.200 ton per tahun atau 34% dari pertumbuhan. Pada tahun
2004 produksi pulp meningkat pesat menjadi
5,2 juta ton. Maka, ada suatu korelasi positif antara produksi pulp yang
bertambah dengan konsumsi kertas dunia. Ada dua jenis pabrik pulp dan kertas,
keduanya baik integrated (menyatu) dan non-integrated. Di dalam laporan riset
tahun 1995, telah di terangkan bahwa jumlah keseluruhan pabrik non-integrated
adalah 46 unit, terdiri 41 atas pabrik kertas dan 5 pabrik pulp. Pabrik kertas
yang besar, namun non-integrated seperti, Tjiwi Kimia, yang menghasilkan
394.000 ton per tahun, dan Indah Kiat pulp serta pabrik kertas di Serang, yang
menghasilkan 300.000 ton per tahun, di bawah manajemen kelompok Sinar Mas.
Pabrik kertas lain adalah perusahaan Fajar Surya Wisesa, yang menghasilkan
200.000 ton per tahun. Aspek Paper dengan keseluruhan produksi 190.000 ton dan
Surya Agung Paper, yang menghasilkan 172.700 ton per tahun. Tipe kedua ialah
pabrik pulp dan kertas yang terintegrasi.
Negara sekarang hanya mengontrol 4 unit
pabrik pulp dan kertas,yakni melalui perusahaan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), dengan seluruh kapasitas produksinya 258.000 ton pulp dan 364.800 ton
kertas setiap tahun.
DISKUSI
Ada dua kunci untuk pengembangan
industri plywood dari pertengahan tahun 1970-an ke 1990-an. Pertama, pemerintah
melancarkan kebijakan yang menyatu dari industri log ke pemrosesan plywood.
Perkembangan hutan tanaman industri (HTI) mempunyai pengaruh positif, karena
dua faktor. Pertama, keberadaan perkembangan hutan tanaman industri (HTI) tahun
1980-an untuk memenuhi kekurangan kayu sebagai bahan baku untuk industri
kehutanan. Kedua, ialah kekurangan kayu untuk industri kehutanan seperti,
plywood, sawmill (kayu gergajian) dan pulp dan kertas. Pelaku utama dalam
pembentukan hutan tanaman industri (HTI) ialah pemerintah, yang di wakili oleh
Badan Usaha Milik Negara (Inhutani) di daerah luar jawa dan juga perusahaan
swasta. Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan pulp dan kertas untuk menanam
HTI, berkisar antara 200.000-300.000 hektar atau sepadan dengan 10% dari
keseluruhan investasi modal untuk insfratruktur pabrik. Peraturan ini
berdasarkan atas kebijakan pemerintah bahwa setiap perusahaan pulp harus
mencukupi bahan baku kayu untuk dirinya, dan di larang keras untuk menebang
kayu gelondongan dari hutan konservasi dan lindung.
Indonesia memiliki 41 unit pabrik, terus berkembang
menjadi 81 unit tahun 1999, dengan keseluruhan kapasitas produksinya 8,3-9,1
juta m³/per tahun kertas pada tahun 2001. Sementara itu, produksi pulp tahun 1999 mencapai 4,9 ton, dan terus
berkembang menjadi 5,9 ton/ per tahun 2001. Tantangan yang serius untuk
melaksanakan ambisi ini ialah: (1) produksi kayu yang tidak mencukupi sebagai
bahan baku untuk industri kehutanan di masa depan; (2) terjadi krisis ekonomi
yang menimpa Indonesia pada akhir tahun 1997 sampai tahun 2003, yang
menyebabkan ‘devaluasi’ mata uang rupiah. Di sisi lain, terjadi ketidak
stabilan politik dan sosial di berbagai daerah Indonesia, selama masa transisi
dari pemerintahan Soeharto ke periode reformasi (1998-2004).
B. KERUSAKAN
HUTAN
PENDAHULUAN
Kerusakan hutan terjadi di Indonesia, sejak tahun 1970-an.
Menjelang tahun 1989 rata-rata keerusakan hutan dunia setiap tahun mencapai 142.000
Km², yang mewaklai 1,8% dari 8 juta Km² hutan yang masih tersisa, dan nampaknya
rata-rata kerusakan adalah meningkat cepat (Myers, 1992; Palo & Vanhanen,
2000).
Beberapa faktor yang mengakibatkan
kerusakan hutan adalah penebangan log yang berlebihan; praktik illegal logging;
konversi lahan hutan produksi untuk kepentingan di luar sektor kehutanan
seperti, perkebunan kelapa sawit dan transmigrasi;perambahan hutan;perladangan
berpindah, dan seagainya.
Disebutkan di atas, bahwa ‘pengelolaan
hutan yang salah’ merupakan penyebab utama kerusakan hutan selama rezim
Soeharto. Ada tiga faktor yang berperan, sebagian besar, di dalam rata-rata
kerusakan hutan yang tinggi ini. Pertama, tingkah laku para politisi dan sikap
dari pengambil keputusan di dalam pemerintahan Soeharto, dengan dukungan dari
sistem internasional, yaitu membentuk dan mendorong faktor yang beragam yang
memberi konstribusi atas kerusakan hutan tropis. Kedua, kelengahan dalam
pengawasan di antara aparat kehutanan
baik di pusat dan daerah di dalam menerapkan prinsip pengelolaan hutan
yang lestari. Ketiga, kurangnya penegakan hukum dan pemberi sanksi yang tegas
bagi pengusaha swasta, baik domestik maupun transnasional, yang melanggar
‘peraturan’ industri kehutanan.
DEFINISI DEFORESTASI
Di dalam laporan ‘penilaian hutan
tropis’, FAO (Food and Agricultural Organization) 2000, memberi definisi bahwa
hutan adalah ‘lahan yang luasnya lebih dari 0,5 hektar, dengan tutupan pohon
lebih dari 10%, yang secara primer lahan tersebut bukan untuk digunakan pertanian
atau pemukiman penduuduk. Definisi ini mencakup baik hutan alam dan tanaman
hutan. Sementara itu, Myers (1991), mendefinisikan, bahwa hutan tropis adalah
hutan yang hijau sebagian, di dalam sebuah area yang menerima tidak kurang dari
100 mm curah hujan di dalam sebulan atau dua bulan selama lebih dari tiga
tahun, dengan arti temperatur tahunan berkisar 24° Celcius. WRI (World
Resources Institute) mendefinisikan deforestation sebagai ‘konversi lahan hutan
untuk kepentingan penggunaan lahan pertanian’. Kerusakan hutan (deforestation)
mencakup lahan hutan yang dipakai infrastruktur seperti, bangunan,
pertambangan, tempat pemukiman, lahan penggembalaan, ladang berpindah, dan
sebagainya (WRI,2000:275).
Definisi FAO dan WRI mengenai
deforestation (kerusakan hutan) kelihatannya lebih cocok dalam menjelaskan
skala deforestation dalam skala besar dan menengah yang terjadi di Indonesia.
Skala besar kerusakan hutan di sebabkan oleh konversi lahan hutan produksi
untuk kepentingan lahan lain atau sektor pertanian seperti, perkebunan kelapa
sawit, karet, kopi, lada, dan bahkan lahan padi.
AREA KERUSAKAN HUTAN
Diskusi area kerusakan hutan akan di
batasi untuk kasus Indonesia, dengan masing-masing negara menghadapi kondisi
yang sama. Data yang baru terdapat dalam FAO (2000), WRI (1995) dan Myers
(1991). Baik sumber FAO dan WRI menunjukan bahwa deforestasi rata-rata setiap
tahun bertambah secara relatif, tetapi data Myers (1991) masih tak berubah
menurut data tahun 1991. Menurut penjelasan Myers (1991), khususnya di
Indonesia, penting untuk survei atas area hutan dan deforestasi untuk alasan
tingginya rata-rata deforestasi. Menurut taksiran ada 9.000 km² hutan yang
hancur rata-rata setiap tahun, ini dipertimbangkan sekarang menjadi taksiran
yang rendah, menurut Myers.
Pendapat Myers (1991) atas tutupan hutan
dan kerusakan hutan di Indonesia mempunyai masalah metodologi yang spekulatif.
Kelemahan metodologi ini di dasarkan pada dua alasan. Pertama,Myers tidak
melakukan survei berdasarkan metode yang tepat. Kedua, diskusi mengenai teknik
ukuran kerusakan hutan, meskipun sangat berharga, harus tidak ditutupi untuk
masalah kebenaran yang ada, yakni pendekatan penilaian kerusakan hutan
masing-masing. Sementara itu data WRI (1995) atas area hutan dan rata-rata
kerusakan hutan per tahun sejalan dengan gambaran FAO pada tahun 2000. Metode
yang diterapkan oleh WRI untuk melakukan riset mengandung dua kelemahan.
Pertama, WRI tidak mendukung tim riset untuk melakukan penelitian lapangan di masing-masing negara tropis.
Kedua, WRI lebih menekankan pada penggunaan ‘survey remote sensing’ untuk
memperoleh data yang akurat. Dua model studi kualitatif atas pergantian area
hutan telah di lakukan. Pertama, suatu kajian telah di buat atas semua
dokumentasi yang diperoleh didalam negara, termasuk literatur; digabungkan
dengan wawancara narasumber yang mereka bertanggung jawab untuk temuan dan
penilaian nasional. Kedua, survei yang intensif telah di lakukan atas literatur
ilmiah (dalam jurnal-jurnal ilmiah) yang mencakup aspek-aspek kerusakan hutan
tropis.
Komentar kritis penulis atas survei FAO
2000 untuk menentukan tutupan hutan dan kerusakan hutan didasarkan atas dua
evaluasi . Pertama, ada kekuatan atas inplementasi metode FAO dalam memperoleh
data yang akurat. Pejabat FAO menggabungkan tim riset yang melakukan wawancara
dengan narasumber dan juga kajian literatur (buku-buku,koran dan jurnal)
mengenai area hutan dan lahan hutan ditaksir lebih akurat informasinya, dan
referensinya solid bagi siapa saja yang mengkaji hutan. Kedua, FAO juga
melakukan ‘pemetaan’ survey remote sensing pada tingkatan nasional, regional,
dan global. Tentunya, metode ini dapat membuat data yang diperoleh akan lebih
akurat mengenai area hutan dan kerusakan hutan.
SEBAB-SEBAB KERUSAKAN HUTAN
Kerusakan hutan merupaka kejadian hasil
alam dan buatan manusia. Namun kerusakan hutan mayoritasnya terjadi akaibat pembangunan manusia yang telah bertambah selama tiga
dekade ini. Istilah kerusakan hutan
merupakan hilangnya tutupan pohon dalam jangka panjang dengan sempurna.
Pergantian fungsi hutan dari hutan tertutup kehutan terbuka yang pengaruhnya
secara negatif letak dan khususnya kapasitas produksi yang lebih rendah atau
penurunan mutu lahan (degradation). Banyak para aktivis memodipikasi hutan
dapat digambarkan secara akurat sebagai forest degradation (penurunan kualitas
dan mutu hutan), yang ter intervensi sebagai aktivitas manusia secara intensif
menentukan tingkat kerusakan hutan sebagai akibat dari aktivitas manusia.
Degradasi hutan yang berkelanjutan dapat menyebabkan hilangnya hutan secara
keseluruhan, kita harus menggunakan sumber daya hutan dengan bijak untuk mencegah
degradasi hutan berkelanjutan.
METODOLOGI
metodologi ini merupakan cara yang
digunakan untuk mengetahui sebab-sebab kerusakan hutan secara sistematis. Cara
ini memiliki fokus utama sebab-sebab yang mengakar yang didasarkan atas analis
struktural dan sebab-sebab yang terdekat kelihatanya akan menjadi sebab utama
dalam rata-rata deferentasi di indonsia. Gambaran atas arti dan tujuan
hilangnya hutan membuat untuk lebih mudah dalam mengidentifikasi peran kunci
dalam hilangnya hutan. Misal nya log yang komersial, logging (penebangan kayu
gelondongan), pembersihan lahan untuk perkebunan, kebakaran hutan. Rezim
ordebaru menggunakan paradigma pembangunan yang berbasis ekonomi yang kuat,
akibatnya banyak sumberdaya alam termasuk hutan menjadi sumbermodal dengan
tujuan untuk mendapatkan devisa asing untuk pembangunan nasional.
KOMENTAR ANALIS ATAS DEFORESTASI
faktor utama deforestasi adalah
sebab-sebab akar dan sebab-sebab terdekat. Para pelaku domestik terlibat dalam
kativitas yang menyebabkan hilang nya hutan misalnya, agensi pemerintah baik
pusat maupun daerah, perusahaan konsesnsi log, perusahaan konsentrasi
kehutanan, pejabat militer dan polisi, dan manyarakat lokal, disisi lain peran
agen asing juga mempengaruhi hilangnnya hutan diindonesia misalnya peran
negara-negara pengimpor kayu, kapital perusahaan pengimpor kayu, dan institusi
keuangan nasional.
Di Indonesia pemerintah sebagai
perencana kebijakan pengelolaan kehutanan dan pelaksana kebijakan pembangunan
ekonomi yang sentral, namun Dauvergne , yaitu seorang ilmuan dari Britnish
Columbia University, Vancouver, Kanada, mengancarkan keritikannya melalui
penjelasan politik deforentasi dibawah pemerintahan suharto. Ia mengatakan,
kelompok militer mempunyai peran politik dalam hubungan kekuasaan lndonesia,
sesungguhnya kelompok ini mengontrol banyak aspek dari struktur politik,
termasuk pemerintahan pusat di Jakarta, dan pemerintahan diliar Jawa,birokrasi
dan perusahaan negara. ( pacifik arffairs, 1993-1994, vol. 66, no. 4:504)
LSM MENGKRITIK PENGLOLAAN HUTAN
WAWANCARA ATAS SISTEM HPH
Ginting dari Walhi ( Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia) mengkritik jika kerusakan hutan yang terjadi sekarang ini
diawali pada rezim Soeharto, disini terjadi perbedaan data atas luas wilayah
hutan di Indonesia antara TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) dan RePPProt
(Regional Planning Programer for Transmigratiin)
Klasifikasi Hutan
|
TGHK
|
RePPProt
|
Hutan Konserfasi
|
14,59
|
18,42
|
Hutan Lindung
|
22,53
|
20,25
|
Hutan Produksi Tetap
|
15,39
|
19,79
|
Hutan Produksi Terbatas
|
30,74
|
10,77
|
Hutan yang dapat Dikonserfasi
|
16,24
|
76,64
|
Hutan Yang Tidak Diklasifikasi
|
48,02
|
1,63
|
Total area
|
147,52
|
147,50
|
Dari tabel diatas dapat diambil
kesimpulan jika kedua lembaga survei diatas memiliki perbedaan yang sangat
signifikan dalam mendata luas daerah hutan di lndonesia.
Ginting mengkritik praktik konsesi log.
Menurut Ginting dan Wilhi, ada dua akar utama konflik keberadaan HPH
ditengah-tengah masyarakat lokal. Pertama konflik berdasarkan tata ruang
(space), karena pemerintahan suharto mengklaim, berdasarkan Undang-undang
Kehutanan No. 5/1967, bahwa lahan hutan adalah milik negara. Karena
undang-undang ini terjadi konflik antara masyarakat lokal dengan pengusaha
diberbagai tempat.
WACANA atas DANA HUTAN TANAMAN
INDUSTRI (HTI)
Menurut Ginting ada tiga kesalahan dalam
pembangunan HTI. Pertama, sasaran utama untuk mendapatkan dana HTI dibarengi
dengan perolehan izin (izin pemotongan kayu), kedua, dana asli dari HTI berasal
dari dan reboisasi (DR), yang ke tiga, akuisisi lahan masyarakat lokal oleh
pengusaha suasta untuk area HTI diberbagai daerah bermakna bahwa hak-hak
masyarakat adat sedang diabaikan. Ginting menekan kan banyak terjadi salah
konsep dalam pembangunan HTI. Hti dan hutan alam memiliki keseluruhan fungsi
yang berbeda. Hutan alam memiliki ekosistem yang kompleks, sedangkan HTI tidak
(monokultur).
WACANA atas AKIBAT INDUSTRI PLYWOOD
strategi pemerintah suharto untuk
mengembangkan industri plywood (kayu lapis) setelah sektor minyak dinilai cukup
evektif, karena industri plywood ini mampu menyumbang dana 9,7 juta meter
persegi dan mendapatkan devisa sebesar
4,5 miliar US dolar. Namun menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 1990
industri plywood tidak mendukung terciptanya lapangan pekerjaan, karena
industri plywood banyak menggunakan kayu 72% log, namun hanya menyerap 9-12
pekerja per 1000 meter kubik. Hal ini dinilai sangat sedikit jika dibandingkan
dengan industri kayu lainnya. Semakin lama industri plywood ini semakin lambat
pertumbuhannya jika dibandingkan dengan industri kayu yang lainnya dalam hal
pendapatan devisa. Maka, menurut Walhi, pengaruhnegatif atas kebijakan
pemerintah yang terdahulu, yakni melakukan proteksi (perlindungan) memberi
fasilitas kredit dan pemasaran, mengakibatkan pertumbuhan yang cepat dan
produksi berlebihan. Jika pemerintah tidak bertindak dalam waktu dekat maka
praktek illegal logging akan mengancamkerusakan hutan diarea hutan konservasi,
hutan lindung, dan taman nasional dibanyak daerah diindonesia
WACACANA ATAS AKIBAT INDUSTRI PLYWOOD
Strategi pemerintahan suharto untuk
mengembangkan ‘industri plywood’ (kayu lapis) Setelah sektrominyak dan gas
sangat penting. Peranan pemerintah sebagai fasilitator Ekonomi dan apkindo (asosiasi perkumpulan kayu lapis
indonesia) di dalam memfasilitasi pasar luar negeri dinilai penting. Dari
kebijakan yang bersifat sinergis ini, industri plywood mengalami keberhasilan
dan menjadi produser kayu lapis terbesar di asia. Tahun 1993, industri plywood
menghasilkan 9,7 m3 dan mendapat devisa asing sejumlah 4,5 milyar US dolar.
Namun , tahun 2000 produksinya mengalami penurunan, hanya sekitar 6,9 juta m3
dengan perolehan 2,4 miliar US dolar, karena erjadi resesi ekonomi.
Bagaimanapun, indusri plywood tidak berkembang cepat karena kekurangan bahan
baku kayu. Ini erjadi karna pengusaha plywood tidak efesien dalam menggunakan
bahan baku, akibat perdagangan internal,monopoli, praktik kartel dan sisem
kuota. Sementara itu, kemajuan industri plywood tidak disertai perencanaan yang
akurat atas program reforestasi (penanaman kembali kayu) oleh pengusaha swasta.
Sebagai mana dicatat oleh investigasi Walhi, ‘’indusri kayu di indonesia
memerlukan hampir 70 juta m3pada tahun 1998,tetapi kapasitas hutan produksi
hanya menyumbang sekitar 26-30 juta m3 (wawancara dengan ginting, 16 april
2001).
Menurut badan pusat statistik, pada
tahun 1990 industri plywood tidak mendukung tercipta kesempatan kerja dan
pendapatan tambahan. Alasanya, industri plywood menggunakan sekitar 72% kayu
log, namun hanya menyerap 9-12 orang per 1.000 m3 . hal ini di nilai hanya
sedikit di bandin dengan kayu lainnya. Bahwa industri plywood menempati ranking
ke-8 di dalam semua industri pemrosesan kayu, yakni di bawah industri
gergajian, molding, perabot rumah tangga,kontruksi rumah kayu, dan sebagainya.
Sementara itu, pajak langsung, rangking penyerapan buruh nomer (7), dan
keseluruhan pendapatan tambahan no (5) (Tanah air,Edisi 1, 1996). Di lembaga
Apkindo Korupsi juga terjadi.
Industri plywood agak lambat
pertumbuhannya dibandingkan dengan industri pemrosesan kayu lainnya dalam hal
pendapatan devisa asing. Misalnya, dari tahun 1988-1993, industri plywood
tumbuh mencapai 95,5%, kayu gergajian 339%, dan industri rotan 126,4%. Maka,
menurut investigasi Wahli, pengaruh negatif atas kebijakan pemerintah yang
terdahulu, yakni melakukan proteksi, memberikan fasilitas kredit dan pemasaran
mengakibatkan pertumbuhan yang cepat dan produksi berlebihan. Sekarang ini,
kekurangan bahan kayu sekitar 30 juta m3 , dikaitkan dengan prodiksi yang
berlebihan di dalam industri kayu, khusnya dalam indusri plywood dan plup. Jika
pemerintah tidak berbuat di dalam waktu dekat, prkik ‘’illegal loging’akan
mengancam kerusakan hutan di dalam hutan konservasi.
WACANA ATAS AKIBAT INDUSTRI PULP DAN
KERTAS
Sebagaimana diterangkangkan di atas,
perkembangan industri plup dan kertas sangat luar biasa. Tahun 1999 , yang
terdiri atas 65 pabrik kertas, dan 10 unit intregasi plup dan kertas, serta 6
unit pabrik plup. Dari 81 unit pabrik ini dihasilkan 4,9 juta ton plup dan 8,3
juta ton kertas. Industri plup dan kertas tersebut menyerap sekitar 110.000
pekerja.pemerintah berencana, bahwa tahun 2005, indonesia akan menjadi salah
satu dari sepuluh produser plup dan keras dunia.
Dasayangkan, kemajuan industri plup dan kertas mempunyai tiga akibat
problematik yang kritis, yang belum dapat di pecahkan. Perama, industri plup
dan keras, karena kekurangan bahan baku dalam hal HTI (Hutan tanaman industri),
kondisinya belum dapat memenuhi sasaran. Sebagai gambaran, satu industri plup
memerlukan lahan area HTI sekitar 200.000-300.000 hektar. Dengan demikian, 6
unit pabrik plup, sebagai contoh, akan memerlukan 1,2 juta hekar. Sedangkan,
tahun 1994, untuk produksi 1,3 juta on plup dan 3 ton keras, pabrik tersebut
memerlukan lebih dari 1 juta hektar tanaman HTI. Kenyataannya, berdasarkan
laporan wahli tahun 1994, tanaman HTI hanya mencapai 139.908 hekar(13%) dari
kebutuhan industri plup dan kertas. Berdasarkan peraturan menteri ke hutanan
No.20/Kpts II/1983, ‘’pembangunan HTI merupakan salah satu program rehabilitasi
lahan yang kritis dan meningkatkan potensi hutan produksi agar dapat mensuplai
kayu yang memadai sebagai bahan baku untuk industri plup dan kertas”. Dengan
mayoritas di tanam di lahan hutan alam terdahulu, sebagaimana terjadi di taman
Nasional pelaihari, tanah laut, provinsi kalimantan selatan, di mana ia di
ijinkan di area sekitar 35.000 hektar,
namun perusahaan hanya menanam 27.500 hektar.
Maka, menurut laporan wahli, berdasarkan potensi tanaman HTI, produksi
plup dan kertas harus mencapai 1,7 juta
ton.78 kekurangan kayu, biasanya di peroleh melalui praktik ‘illegal loging’ ,
di mana banyak cukong kayu membayar masyarakat
77 . lihat, laporan press Release walhi,
1990, untuk informasi, yakni korealasi praktik illegal logging dengan konsumsi yang berlebihan
dari industri kayu akan berdampak kerusakan di berbagai daerah.
78 . lihat informasi, Directory (1999),
indonesia plup and paper industry, bahwa kapasitas produksi plup mencapai
2.054.700 dan kertas 2.399.100; Lihat juga jurnal tanah air: jurnal lingkungan
hidup, Edisi 1, 1996, untuk perbandingan ‘bahan baku’ yg di sediakan untuk
industri plup dan kertas, tahun 1994.
Kedua, ini menjadi lebih umum erjadi konflik lahan antara masyarakat
lokal dan pemilik konsesi HTI di berbagai daerah di indonesia. 79 konflik lahan
yang serupa juga terjadi di Desa Sugapa, Toba, Sumatera utara, konflik ini
terjadi tahun 1987 mengenai 51 hektar dari lahan adat, yang di ambil dari
perusahaan Inti Indorayon Utama (IIU) untuk area tanaman HTI. Perusahaan
membayar sekitar 625.000 kepada kepala desa dan camat sebagai kontrak untuk 30
tahun atas 51 hektar.maka harga kontrak perhektar hanya Rp 12.500. kesulitan
utama mereka, banyak anggota masyarakat tidak menyetujui kontrak ini yang menurut tradisi lokal.
Ketiga, terjadi pencemaran lingkungan akibat produksi industri plup
dalam jaka panjang. Ini biasanya terjadi di negara-negara berkembang, seperti
indonesia, thailand, Malaysia, Filipina, dan sebagainya, bahwa beberapa pabrik
industri tidak mempunyai pengelolaan limbah cair yang tidak mencukupi. Maka,
populasi lingkungan terjadi seperti di atas air, udara dan spesis biologis
dapat terkena akibatnya secara serius. Maka menurut Kitoshi Uematsu, tenaga
ahli JICA (japan International Cooperation Agency), yang bekerja di sumatera
utara. Bahwa industri plup menghasilkan
sekitar 50-60% plup. Kususnya ‘Lignin’, sebagai sari kimia ‘buangan cair’. Jika
buangan cair ini di buang di sungai,akan mencemari kualitas air yang
menyebabkan bau busuk, dan masyarakat kehilangan sumber yang penting seperti
air minum, untuk keperluan untuk mandi dan mencuci. Dan aktifitas pertanian
juga terhenti. Ikan dan akar padi akan mati karena terlalu banyak terkena zat
sulfide dan akali.menurut investigasi Walhi, Tingkatan PH mencapai 4-5,
tingkatan yang berbahaya untuk tingkatan spesis hidup.
IMPLIKASI ATAS ISU-ISU LINGKUNGAN
Telah disebutkan, ada hubungan dekat
dengan keruakan hutan (degradasi dan deforestasi) dan pengelolaan huan masa
soeharto dengan implikasi lingkungan. Implikasinya seperti,kebakaran hutan,
pergantian iklim, rusaknya spesis biologis, banjir, panas, polusi air dan udara
yang mengakibatkan kerusakan besar, misalnya Ekonomi, lingkungan dan sosial.
KEBAKARAN HUTAN
Mengapa kebakaran hutan terjadi di
indonesia? Dan bagaimana sistem manajemen untuk mengatasi kebakaran hutan?
Peranyaan ini sulit di jawab. Akibatnya pada tahun 1982-1983 dan 1997-1998.
Banyak studi sebelumnya (walhi, 1983; wirawan, 1984, Brookfield & Byron,
1993, dll.), 82 yang melihat kebakaran ahun 1982-1983 telah menghancurkan 3,7
juta hektar.faktor penyebab adalah salah pengelolaan hutan, karena dua alesan
:(1) kebakaran hutan paling banyak letaknya di area konseksi Hak pengusahaan
Hutan (HPH) sekitar 70% dan 20% terletak di erah peladangan berpindah dan 10%
di hutan primer;(2) dan kurangya inspeksi dan sanksi yang tegas oleh aparat
penegak hukum dan departemen kehutatanan tingkat profinsi dan kabupaten bagi
pemilik pemegang HPH yang melanggar peraturan.
Sebaliknya, kebakaran hutan tahun 1997-1998,
yang di taksir kebakaran hutan paling besar, telah merusak 5 juta hektar,
penyebab utamanya adalah ‘pemebersihan lahan’, yang dilakukan oleh pemilik
perkebunan, khususnya tanaman kelapa sawit di hutan konversi. Menurut
investigasi Walhi. Pemilik perkebunan
mendorong pembakaran hutan secara sistemik tahun 1997-1998. ini terjadi karena
kebijakan pertanian, bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah target
utama masa depan. Ludwig schrindler, peneliti GTZ dari jerman, mengkritisi
kebakaran hutan di indonesia. Dia mengatakan, bahwa ‘kebakaran hutan di
sebabkan oleh kesalahan manusia sekitar 99%’,84 Indonesia lagi tak siap. Hanya
provinsi kalimantan timur Tahun 1997 berusaha mengelola untuk mencegah
kebakaran hutan, yakni dengan menerapkan sistem peringatan dini dengan
memperkenalkan alat IFFM? GTZ.
Bagaimanapun juga, pada tahap ke dua, di mana panas melanda kalimanan timur
tahun 1998, situasi menjadi tanpa harapan. Kombinasi fatal yang menimpanya
selam 10 bulan tanpa hujan.
Kebakaran Huan pada Tahun 1997
Menurut PHPH (Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan) , kebakaran hutan tahun 1997 menghancurkan sekiar 383,870
hektar (Laporan Kementerian Lingkungan, 1998) , menurut laporan provinsi dan
sumber-sumber independen lainnya85 , kebakaran hutan lebih besar sekitar
627.280 ha. Tabel berikut ini merupakan taksiran kerusakan yang disebabkan oleh
kebakaran hutan.
Sumber lain mengemukakan bahwa kebakaran
hutan dari tahun 1997-1998 ditaksir menyebabkan kerusakan sekitar 9,7 juta ha,
di kalimantan sendiri sekitar 6,5 juta ha, di makan api (The Asahi shimbun, 23
september 2002), di katakan hutan tropis ini rusak, seperti akasia dan albasia
, kebijakan departemen kehutanan yang di promosikan akhir tahun 1980-an.
Apa akibat kebakaran hutan dan kesehatan
lingkungan ? 1997/1998 , sekurangnya 20 juta orang indonesia telah terkena baik
tidak langsung maupun tidak langsung, polusi udara dan air. asap hiam yang
mengandung polusi udara CO, CO2, NO (x), NH4, dan bakteri separti
streptococcus, mengakibatkan ribuan oranng di riau, sebagai contoh, asap juga
telah mengakibatkan 74.000 murid sekolah dasar dan sekolah menengah peratama
(SMP) terpaksa tinggal di rumah, sampai asap tersebut hilang.
Apa implikasi aspek ekonomi dalam soal
transportasi akibat kebakaran hutan ? sabagai mana di catat oleh Gerhard
(1998)87 , provinsi yang paling menderita terkena kebakaran ialah kalimantan
tengah, di mana partikel puncak terkonsentrasi mencapai 4.000 ug/m3. Di hampir
semua lokasi, jarak pandang harian di bawah 3 km untuk sekurang-kurangnya 50
hari.
Sejak april 1997 , indonesia telah membawa
‘konfrontasi asap’ terhadap negara-negara etangga .
POLUSI AIR DAN KEKURANGAN MAKANAN
Bertambahnya kejadian hujan asam, banjir
dan perubahan lain dalam zat kimia air,telah membawa debu kebakaran, yang
secara jelas menjadi faktor pemicu meledaknya dalam masyarakat. Misalnya ,
aeromonas hydrophila, staphyloccus dan pseudomonas sp, yang menyerang dan
menyebabkan epidemik infeksi kulit di antara populasi ikan di sungai mahakam
(Tempo, 4 agustus 1984). Perumahan sepanjang sungai mahakam, misalnya terkena
polusi air untuk beberapa bulan musim selama musim hujan tahun 1993-1994
(Wirawan 1984).
Widodo dan Rahman (1984)89 mencatat, bahwa asap telah menutupi berbagai
tempat dan implikasi kesehatan bagi masyarakat lokal. Banyak penerbang
memberikan reportasi bahwa asap tebal mencapai 5.000 di dalam air. Keadaan
serupa juga menimpa bandara lain di kalimantan dan juga mengganggu jadwal
penerbangan, baik di surabaya, serawak, sabah, maupun singapura. Misalnya,
berpergian melalui darat dari balikpapan menuju samarinda yang jaraknya sekitar
97 km sangat berbahaya, pandangan yang kabur teapi juga lompatan api yang
kadang menyerang jalan.
Menurut judith mayer (1982), implikasi
dari akibat kebakaran dan kekeringan tahun 1993 di masyarakat pedesaan sangat
serius. Data survei atas kerusakan tanaman pada tahun 1982 dan 1983 menunjukan,
bahwa kebakaran dan kekeringan telah membawa bencana kekurangan hasil panen
padi pada tahun 1982 di 5 dari 12 desa yang di survei, misalnya, desa pelawan,
Long segar, muara danau, long lees, dan melan.
Bahkan di Desa Long Bleh dan kalekat,
banyak pohon buah tidak kena kebakaran, tetapi pohon gagal menghasilkan buah
untuk dua musim setelah kejadian kebakaran. Bagi mereka yang tidak dapet
memperoleh pilihan suplai bibit padi, juga tidak dapat di tanam pada musim
tanam tahun 1983-1984. Nampaknya, musibah yang keras ini mengakibatkan
pemerinahan kutai kertanegara mengelola secara ‘darurat’ distribusi beras dua
kali dalam satu minggu sebesar 2,5 kg
beras setiap kepala keluarga selama satu tahun, bagai desa-desa di tepi sungai.
KERUSAKAN SPESIS TANAMAN
Pulau kalimanan (Borneo) memiliki flora
dan fauna yang sangat kaya, dengan jumlah sekitar 3.000spesis pohon, 2.000
spesis anggrek dan 1.000 spesis tanaman bunga. Ada 37 endemik burung ( bandingkan
dengan pulau sumatera yang ada hanya 20), dan ada 44 endemik binatang mamalia
(bandingkan hanya 8 jenis mamalia di sumatera) (Padock Peluso, 1996:60).90.
Berdasarkan survei lapangan yang singkat
di dalam area yang terkena kerusakan atas fauna dan flora, Lennertz dan panzer
(1984) mengakui ada tiga ketegori kerusakan. Pertama, area yang hanya menerima
kerusakan kekeringan dan 10% dari tutupan pohon mati. Kedua, area yang terkena
kerusakan, baik kekeringan dan kebakaran dan sekitar 10-15% dari tutupan pohon
telah mati. Ketiga, area yang mengalami kebakaran serius, dengan lebih dari 50%
tutupan pohon mati. Studi yang lebih lanjut memberikan indikasi bahwa area yang
terkena akibat kerusakan adalah kategori yang ke dua dan ke tiga. Wirawan
(1984), menemukan bahwa jumlah tutupan pohon mencapai 71% sebagai akibat
kekeringan. Sebagai gambaran, akibat kebakaran di taman Nasional Kutai, yang
luasnya sekitar 306.000 hektar di temukan oleh pearson (1975)91 sangat kaya di
dalam spesis burung sebelum kebakaran hutan.
Bagaimanapun, setelah ke
kebakaran,menurut tudi wirawan (1988), Leighton dan Wirawan (1986), Azuma
(1988), dio (1988), dan suzuki (1988)92, memberikan indikasih bahwa binatang
mamalia yang paling banyak jumlahnya (kecuwali badak sumatera) masih ada hutan kalimantan.
Seperti di catat oleh leighon dan Wirawan (1986)di area studi Menkoto.
Studi oleh supriatna (1997) mencatat
bahwa hutan indonesia menghasilkan bermacam spesis tanaman obat, seperti
substansi macam-mmacam antibiotik. Masyaraka pedalaman sumatera dan kalimantan
telah sejak lama mengenal bermacam-macam tanaman obat yang dapat mencegah
banyak penyakit. Juga suku anak dalam di sumatera selatan memakai 54 spesis,
suku Talang Mamak di Riua 36 spesies, dan suku Harawu di kalimantan tengah 100
spesis.
Menurut Mack Kinnon, et.al. (1996),
kebakaran hutan menyebabkan gangguan serius atas lima ‘lingkungan hutan’, yakni
proses pergantian alami, produksi substansi organik, Dekomposisi substansi
tanaman, siklus sumber air dan pembentukan kesuburan tanah.
Disimpulkan bahwa pengaruh kekurangan
cahaya matahari untuk sebulan menyebabkan proses asimilasi terhalangi untuk
menciptakan karbon hydrat dan jaringan organik. Keadaan ini juga berpengaruh
lebih jauh atas tumbuhnya tanaman spesis biologis. (soejito, 1997).
PERUBAHAN IKLIM
Perhatian yang terbesar luas atas
menurunnya kualitas udara dan potensi pemanasan global telah menjadi acuan
perhatian umum pada ‘paru-paru’ planet, yakni kondisi hutan. Misalnya
pertengahan bulan september 1989, baik majalah Time maupun The Economist
gambaran covernya adalah ‘kebakaran hutan’ dari hutan tropis basah amazon.
Sekarang ini, 7 negara industri maju, yang terdiri atas 11% dari populasi
dunia, menghasilkan 40% dari keseluruhan emisi karbon dioksida.
Fungsi hutan tropis ialah memproduksi
‘karbon sink’ (zat asam). Ia menyerap karbon dioksida dari atmofer dan
menghasilkan karbon. Ketika hutan di bakar, mereka melepas gudang karbon kembali ke atmosfer, mempercepat menghasilkan
karbon dioksida, gas rumah kaca yang
menghasilkan kepada pemanasan global (Wood, 1990:23).95 oleh karena ini, ilmuan
dunia dan pembuat kebijakan berada di bagian terdepan untuk mengundang di dalam
mengakhiri atas penghancuran hutan tropis basah. Meskipun, pergantian iklim
global hanya hal salah satu kerusakan hutan yang sangat besar jumlahnya, dikaitkan dengan isu
yang berlangsung, namun merupakan ini salah satu yang paling banyak menarik
perhatian.
Bagaimana perubahan iklim berakibat atas
indonesia? Komite indonesia atas monitoring perubahan iklim mengarahkan bahwa
dorongan perubahan iklim di indonesia akan di bandingkan dengan rekor yang
lampau. Namun, perubahan iklim antara 1970-1987, paling banyak negatif.
Kelihatannya, perubahan antara musim mansoon timur (juni-agustus) lebih besar
dari pada selama musim mansoon barat (desember-pebuari). Temperatur yang minim,
meskipun penting, bertambah hanya 0,01 C per tahun di atas 1916-1946.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Pengelolaan Hutan Dalam Pemerintahan Soeharto”.Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas dari mata kuliah Sosiologi Lingkungan.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun kata,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran
sangat kami harapkan demi penyempurnakan makalah ini.
Makalah ini membahas tentang eksploitasi
sumber daya alam,khususnya sektor kehutanan pada masa pemerintahan Soeharto. Dampak
dari eksploitasi hutan yang tidak berasas pada pengelolaan hutan yang lestari
yang mengakibatkan berbagai macam masalah.
Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini
yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu. Semoga segalah bantuan yang telah
diberikan dalam penyelesaian makalah ini mendapatkan imbalan dari Tuhan yang
Maha Kuasa. Kiranya makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa dan
mahasiswi progam studi Teknik Lingkungan.
KRITIK DAN
SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurnah.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurnah.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
2 komentar:
blognya sangat bermanfaat sekali kak
pt markaindo selaras
Togel merupakan game yang menjadi primadona di semua kalangan untuk saat ini. Dengan modal yang sangat kecil dan hadiah JACKPOT yang di berikan oleh MADAM TOGEL yang sangat besar menjadikan game togel hobi yang sangat bermanfaat bagi Anda yang sedang membutuhkan uang di masam pandemi saat ini.
Untuk meraih JACKPOT yang sangat besar maka dibutuhkan keahlian dalam menentukan angka-angka yang akan dipasang agar menjadi angka yang tepat dengan hasil result yang keluar. Dalam menentukan Angka kali ini https://165.22.110.99/ sudah menyiapkan PREDIKSI MADAM TOGEL untuk menjadi referensi Anda dalam melakukan bettingan.
Untuk pasaran yang cukup banyak digemari dan hasil result nya pada pukul 13.50, yaitu pasaran togel sydney. Anda semua bisa melihat di PREDIKSI TOGEL SYDNEY sebagai referensi.
Pasaran yang banyak digemari pecinta togel kedua yaitu pasaran Singapore. Nah, untuk pasaran Singapore kita juga sudah siapkan PREDIKSI SINGAPORE dimana prediksi tersebut sudah dirancang oleh ahli togel dengan rumus-rumus yang hanya ahlinya yang tau^^.
Sementara itu, pasaran togel Hongkong merupakan pasaran yang sangat ramai saat ini. Untuk memudahkan semua dalam mencapai JACKPOT dalam Togel Hongkong kita juga sudah menyiapkan prediksi yang sangat jitu dan sudah banyak diuji banyak player untuk mencapai jackpot. Jangan khawatir karena PREDIKSI HONGKONG ini berasal dari player-player yang berasal dari Hongkong langsung yang sudah dipastikan tidak asing lagi dalam dunia toto^^
Post a Comment