Friday, 5 February 2016

Pengelolaan Hutan Dalam Pemerintahan Soeharto



BAB I
PENGELOLAAN HUTAN DALAM PEMERINTAHAN SOEHARTO

A.    INDUSTRI KEHUTANAN
PENDAHULUAN
        Negara merupakan pelaku utama dalam peneglolahan hutan dibawah pemerintahan Soeharto.Ketika Soeharto mulai berkuasa tahun 1996,setelah jatuhnya presiden Soekarno,ia melancarkan program pembangunan ekonomi yang bertujuan mengejar ketertingalan negaranya untuk keluat dari kemelut ekonomi yang menimpah indonesia, dengan inflasi yang tinggi dan hutang.Sektor kehutanan berdasarkan Undang-Undang investasi asing dan domestik No.1/1967 dan Undang-Undang No. 6/1968 serta Undang-Undang Kehutanan No.5/1967,merupakan bagian utama dari agenda ekonomi untuk mengembangkan ekspor log dari tahun 1968 sampai tahun 1985,industri Plywood (kayu lapis) tahun 1980-an  dan industri pulp dan kertas tahun 1990-an.

MASA TRANSISI DARI SOEKARNO KEPADA PEMERINTAHAN SOEHARTO
        Berakhirnya rezim Soekarno,yang dikenal dengan sebutan Demokrasi terpimpin yaitu sistem politik yang merujuk pada kekuasaan politik,dan ekonomi Terpimpin dari tahun 1960-1965  dikarenakan operasional berjalan tidak mulus.
        Pada bulanSeptember dan oktober 1965 terjadi pergolakan politik yang melibatkan perseteruan antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kekuatan Angkatan Darat (AD) . Kejadian yang tragis ini mengundang kelompok militer,yang saat itu diketuai oleh Soeharto sebagai pemimpin Kostrad (Komando Strategis Angkatan Darat),didukung oleh rakyat,mahasiswa dan kelompok-kelompok fungsional  untuk menghancurkan  PKI. Kejadian ini juga diikuti pengaruh yang kuat atas awal dimulainya krisis ekonomi dan hiperinflasi,yang menyebabkan harga-harga melambung tinggi,dan lemahnya mata uang,yang mendorong kejatuhan rezim Soekarno.
        Perubahan radikal terjadi dalam pemerintahan Indonesia pada tahun 1966 dari rezim Soekarno lama ke rezim Soeharto yang disebut Orde Baru.


PEMERINTAHAN SOEHARTO
        Saat berkuasa pada tahun 1966,Soeharto secara luas didukung oleh mayoritas masyarakat Indonesia mencakup siswa,militer,birokrat,Golongan Karya (Golkar). Awalnya pemerintahan  Soeharto menyiapkan program sesuai dengan paradigma pembangunan ekonomi.Dimana sekelompok perencana ekonomi yang dikenal sebagai The Berkeley Mafia mengambil langkah-langkah segera untuk mengembangkan ekonomi lemah Indonesia dan mulai untuk mengembalikan kerangka hukum pada kinerja ekonomi melalui stabilisasi dan rehabilitasi kebijakan politik. Prioritas ditempatkan pada kebijakan stabilisasi.
        Dalam hal ini pemerintah mengambil langkah-langkah jitu untuk mengendalikan hiperinflasi,mengadopsi anggaran yang seimbang,membuka perekonomian dengan menyediakan iklim yang kondusif bagi investasi asing,dan dibangun Inter Pemerintahan Groups (IGGI) untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang.
        Kebijakan Rehabilitas tersebut ditunjukan untuk memberikan kebutuhan dasar bagi masyarakat Indonesia sebagai seperti makanan,pakaian,dan perumahan melalui rehabilitasi dan penyediaan infrastruktur.Kebijakan ini memiliki dampak positif pada pemulihan kinerja ekonomi negara.
        Sektor kehutanan merupakan salah satu faktor pendukung pembangun perekonomian Indonesia.Berkat sector ini,pemerintah berkesempatan memperoleh devisa dan menciptakan lapanagan kerja bagi masyarakat.

KONSESI Log HPH
        Pemerintah pusat mempunyai tugas yang penting dalam melakukan pengelolaan hutan dalam hal perencanaan dan  memberikan perizinan HPH (selama 20-25 tahun),mengontrol operasionalnya,dan memberikan sanksi bagi pemilik HPH yang melanggar peraturan .
Kalimantan adalah Provinsi yang mempunyai potensi area konsesi HPH yang tinggi dan jarang penduduknya dibandingkan luas geografi dan kekayaannya dalam kepemilikan sumber daya alam, sasaran pertama eksploitasi hutan,karena mempunyai stok kayu komersial terbesar,dan paling dekat dengan pusat pasar Asia,seperti Singapura,Hongkong,Taiwan ,Korea Selatan , dan Jepang.

INDUSTRI PLYWOOD DALAM TAHUN 1970-AN
          Rezim Orde Baru mempunyai strategi berbeda dalam langkah-langkah pengembangan industri.Dekade awal (1966-1976) dari pemerintahan Soeharto adalah periode lebih difokuskan atas pembentukan tatanan politik dan pertumbuhan ekonomi,yang menekan atas program rehabilitasi dan stabilisasi.
          Kebijakan industri Industrialisasi bukanlah semata-mata produksi ekonomi,tetapi lebih penting yaitu penambahan nilai tambah sumber daya alam didasarkan produksi.Kebijakan industrialisasi selama Pelita Kedua diarahkan kepada promosi ekspor dengan konsentrasi atas sumber utama industri pemrosesan,khususnya industri plywood.
Untuk mempromosikan industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan dalam impor barang-barang,tahun 1975 negara memperkenalkan suatu peraturan melarang impor plywood.Walaupun harga pasar untuk impor plywood lebih murah dari pada industri plywood dalam negeri,pemerintah mendorong kapitalis dalam negeri untuk mengembangkan industri plywoood.
          Pada tanggal 12 Febuari 1976,dibentuk Asosiasi Perusahaan Kayu yan dikenal dengan nama Apkindo (Asosiasi Panel Kayu Indonesia).Asosiasi ini bertujuan untuk mengkonsolidasi dan memperkokoh bisnis kayu dalam negeri dan mempromosikan industri pemrosesan kayu untuk kepentingan ekspor.Awalnya asosiasi ini tidak bekerja secara efisien,bagaimanapun ketika Bob Hasan menjadi ketua Apikindo dari tahun1983-1990,asosiasi ini bekerja dekat dengan pemerintah untuk mempromosikan dengan cepat industri plywood keluar negeri. Akhirnya,industri plywood tumbuh terus dan capat.

INDUSTRI PLYWOOD DALAM TAHUN 1980-an DAN 1990-an
          Pemerintah Soeharto mengkonsentrasikan pada tiga langkah strategis dalam sektor kehutanan ,pertama negara memulai memfokuskan industri plywood sebagai komoditi substitusi ekspor yang penting; ia menduduki posisi kedua setelah pendapatan dari sektor minyak dan gas,kedua yaitu promosi pemerintah pada industri plywood memberikan kontribusi yang substansial kepada keseimbangan pembayaran Indonesia dan pertumbuhan ekonomi ,dan yang ketiga pemerintah secara konsisten melakukan kebijakan ekonomi yang tepat diawal tahun 1980-an untuk memperkuat implementasi orientasi ekspor dan strategi industrialisasi,khususnya industri pemrosesan kayu,misalnya pemerintah akhirnya melarang ekspor log tahun 1985.
Industri plywood telah membuat kontribusi yang utama terhadap pendapatan  non-minyak dan gas sejak awal tahun 1980-an dan 1990-an.
Ekspor plywood Indonesia menjadi lebih kompetitif dan sangat menarik pemilik konsesi HPH untuk mengembangkan industri plywood didalam negeri lebih jauh,ekspor plywood Indonesia tidak hanya diarahkan kepada pasar-pasar tradisional Asia,tetapi perlahan merabah kepada pasar baru yang beraneka ragam seperti Timur Tengah,Amerika Serikat dan Kanada,Eropa,Afrika Utara,dan sebagainya.Ini berarti bahwa pemasaran plywood menjadi faktor kunci yang lain dalam mempromosikan industri ini.Industri plywood di Indonesia telah dapat melakukan difersifikasi pasarnya.

HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI)
LATAR BELAKANG
          Ada dua alasan utama untuk pembangunan hutan tanaman industri.Pertama kekurangan kayu untuk bahan mentah industri kayu seperti,plup (bubur kertas),plywood (kayu lapis),sawmill (kayu gergajian), dan sebagainya.Kedua , HTI (Hutan Tanaman Industri)  dikembangkan sebagai alternatif untuk memenuhi  keperluan kayu yang besar sebagai bahan baku.
HTI adalah sektor kehutanan yang dikembangkan agar meningkatkan potensi dan kualitas produksi hutan,dengan implementasi intensif silviculture untuk menyediakan kayu industri sebagai bahan mentah.

TUJUAN DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HTI
Sasaran pembangunan HTI sebagai berikut:
Mendukung pertumbuhan industri kayu dengan menyediakan kayu sebagai bahan mentah untuk suplai sumber daya yang lestari;
Mendukung ekspor industri kayu disamping permintaan kayu dalam negeri;
Meningkatkan potensi kayu di area hutan produksi, khususnya di non-area produksi;
Memperluas kesempatan kerja di dalam industry kehutanan.

Pokok-pokok kebijakan pembangunan HTI :
HTI di kategorikan sebagai perusahaan.
Perusahaan Industri Kayu yang terlibat dalam penyediaan bahan mentah, penggergajian dan industri veneer;
Perusahaan Kayu Serat, yang  menyediakan industri pulp dengan papan serat;
Energi kayu , di pakai untuk arang dan bahan bakar minyak.
Area dan Lokasi untuk implementasi pembangunan HTI mengandung :
Area hutan produksi terbatas area hutan lain;
Tanah kosong, savanna, dan area semak belukar;
Hutan produksi yang masih produktif
Dana untuk pembanguan HTI diperoleh dari :
Dana Reboisasi
Dana Swasta
Dan sumber dana lain
Dana reboisasi bukan subsidi pemerintah
Jumlah saham pemerintah (maks. 49% dari investasi)
Deklarasi modal reboisasi yang diadakan oleh BUMN
Luas dan tipe kayu untuk pembangunan HTI diatur sebagai berikut :
Untuk mendukung industry pulp disediakan 300.000 hektar area;
Untuk mendukung kayu dan industri lainnya dibutuhkan 60.000 hektar area.

PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN HTI
          Pemerintah merencanakan pembangunan HTI di dalam Pelita IV, V, dan VI (sampai tahun 2000) keseluruhannya berjumlah 6,2 juta hektar. Projeksi ini didasarkan atas taksiran produksi kayu menjelang tahun 2000 mencapai suplai setiap tahun 150 juta m^3, yaitu 60 juta m^3 dari hutan alam dan 90 m^3 dari HTI. Maka, untuk mengantisipasi kebutuhan untuk HTI, Departemen Kehutanan di dalam Pelita V (1988-1993) menanam sekitar 1,5 juta hektar HTI di 18 provinsi. Namun patut disesalkan, realisasi penanaman HTI hanya mencapai 23%. Dan sisa tanaman HTI ditanam dalam tahun 1985-2000, keseluruhan 11 juta hektar dan terdiri 386 unit, satuan pengelola hutan dengan luas sekitar 30.000-50.000 hektar setia unit.
          Sebenarnya, pemerintah secara konsisten masih melancarkan pembangunan HTI di banyak provinsi. Kebijakan ini diterpakan dalam usaha mengatasi rusaknya produk kayu dalam jangka panjang sebagai bahan mentah industri. Untuk ini dua masalah harus dipecahkan. Pertama, mengatasi praktek illegal logging hutan lindung dan konservasi. Kedua, adanya kerusakan hutan yang serius di banyak daerah.

PERUSAHAAN SWASTA MELIHAT PEMBANGUNAN HTI
          Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan swasta yang terlibat dalam pembangunan HTI untuk bekerja sama dengan perusahaan kehutanan negara (Inhutani). Keterlibatan Inhutani dalam ‘joint corporation’ (perusahaan yang bekerja sama), mengizinkan pemerintah memperoleh 35-40% dari semua modal. Melalui kerja sama ini, perusahaan swasta mendapatkan pinjaman ringan dari Dana Reboisasi dengan bunga 0% dan pinjaman komersial dengan masa tenggang 8 tahun dari penanaman HTI.
          Pemerintah telah mengembangkan sistem ‘prioritas model’ di dalam pembangunan HTI. Ada 13 perusahaan seperti , Tusam Hutan Lestari, Aceh NusaiIndrapuri(Aceh), dan beberapa perusahaan lainnya memperoleh keuntungan dari model system ini. Mengapa perusahaan ini beruntung dari implementasi ‘sistem prioritas’? Menurut Direktorat Jenderal Produksi Sumber Daya Hutan, alas an utamanya adalah karena pemilik HTI mempunyai ‘hubungan yang baik’ dengan keluarga Soeharto.
          Ada suatu ‘gap’ (kesenjangan) antara pelaksanaan di lapangan dan perencanaan pembangunan HTI. Banyak kritik mengenai ‘korupsi’ Dana Reboisasi dan kurangnya penegakkan hukum dalam penanaman HTI dari LSM. Misalnya, M.S. Zulkarnaen , mengkritik pemerintahan Soeharto dengan tuntutan untuk mencabut Keppres No.49/1994 mengenai ‘Dana Reboisasi’ yang mengizinkan memakai dan tersebut untuk sektor lain di luar industri kehutanan. Bagaimanapun, karena merak mempunyai hubungan kuat dengan elit pemerintahan, khususnya Soeharto , maka akan sangat sulit untuk menghukum para aktor penyimpang dana reboisasi di pengadilan.
          Keputusan pemakaian lahan untuk pembangunan HTI merupakan masalah yang kritis di lapangan. Banyak konflik lahan atas HTI antara Departemen Pemerintah, perusahaan swasta, dan masyarakat lokal.

INDUSTRI PULP (BUBUR KERTAS) DAN KERTAS
          Pulp adalah bahan mentah untuk membuat kertas. Bahan mentah ini dibuat dari serat pendek yang diperoleh dari produksi kayu dan non-kayu. Proses yang paling populer di Indonesia adalah kemikel, diikuti semi-kemikel.
          Secara teknis, penyediaan bahan mentah untuk tanaman HTI harus ditanam di area seluas 200.000 hektar untuk setiap industri pulp. Menurut Mansur, ‘Kita optimis, bahwa dalam dekade yang akan datang produksi industri pulp akan berkembang pesat’.

KEBIJAKAN DAN PERATURAN PEMERINTAH
INVESTASI
          Pemerintah berusaha mendorong investor domestik dan asing untuk investasi. Bermacam fasilitas telah dilengkapi, misalnya penyederhanaan prosedur perizinan, alokasi lahan HTI, dana reboisasi , dan hal lain yang bersangkutan.
          Pemerintah terlibat aktif dalam mendukung pembangunan industri pulp dan kertas agar memperoleh nilai tambah, yakni produksi hutan dan pendapatan devisa asing. Kebijakan pemerintah dan sebagainya bertujuan untuk mendukung pembanguan industri pulp dan kertas, yakni agar mempertemukan penawaran yang meningkat untuk kertas baik domestik dan pasar ekspor. Pemerintah memproteksi produser kertas lokal seperti, melalui pajak impor yang diterapkan kepada kertas yang sudah diproduksi lokal pada tingkatan 30-40%.
          Peraturan ini menguntungkan untuk perusahaan-perusahaan yang dapat melancarkan produk kualitas yang sama untuk produksi impor.

PERATURAN INVESTASI PMA
          Pemerintah telah banyak member perhatian kepada Penanaman Modal Asing(PMA), sebagaimana tercermin di dalam provinsi ini:
          Perusahaan PMA yang mendapat izin pemerintah di bawah UU No. 1/1967 mengenai ‘investasi asing’, diberikan konsesi investasi selam 30 tahun, dari tanggal pembentukkan bisnis legal.
          Perusahaan PMA yang mempunyai komitmen investasi menurut perizinan pemerintah dapat melamar ekspansi.
          Perusahaan PMA dibutuhkan dalam bentuk ‘joint venture’, dan minimum saham modalnya 20% untuk modal nasional ketika didirikan dan ditambah menjadi 51% di dalam waktu 15 tahun dari permulaan produksi komersial.
          Perusahaan PMA akan mendapatkan fasilitas yang sama sebagaimana perusahaan PMDN, jika pemerintah memiliki 51% dari perusahaan swasta nasional. Kondisi atas 20% saham dari keseluruhan harus dijual di pasar bursa efek nasional, sebagai saham’atas nama’ publik/umum.
          Industri pulp dan kertas telah menarik investor PMA, karena kondisi Indonesia dinilai kompetitif, khususnya untuk tujuan ekspor.

FASILITAS ATAS INVESTASI
          Diatur dalam UU No. 7/1983 dan UU No. 13/ 1985 sebagai berikut:
          Pengurangan dari pajak impor untuk mesin dan spare-parts, kecuali untuk tipe yang khusus telah diproduksi secara lokal
          Pembebasan dari pajak impor untuk bahan baku yang mendukung material untuk 2 tahun masa produksi.
          Pembebasan dari pergantian pajak nama untuk registrasi pengapalan yang pertama didaftarkan di Indonesia.
          Pembebasan dari pajak pendapatan untuk importir barang-barang modal dan bahan baku untuk masa 1 tahun  bagi perusahaan baru atas kondisi bahwa perusahaan tersebut bukan mempunyai kewajiban untuk membayar pajak pendapatan.

KONSUMSI KERTAS INDONESIA
Indonesia mempunyai potensi untuk mengembangkan industri pulp dan kertas dalam tahun akan datang. Konsumer Indonesia memerlukan 5 kg kertas per kapita. Menurut studi internasional Jaako Poyry (1999), konsumsi kertas dari 1986-2001 bertambah setiap tahun mencapai 2,4%, disertai kertas lain seperti, koran,kertas cetak,dan kertas tulis sekitar 3% setiap tahun dan kertas industri 1,86%. Prediksi umum untuk setelah tahun 2000, bahwa konsumsi kertas akan bertambah kepada 50 kg/per kapita setiap tahun. Negara-negara Asia Tenggara akan berperan besar dalam penambahan ini. Misalnya, Singapura memakai setiap tahun, 179% kg/per kapita, Malaysia 56 kg/per kapita, Thailand 21 kg, Filipina 13 dan Indonesia 10 kg (Asean Development Bank, 1987). Bahkan dengan taksiran ini, rekor Indonesia masih paling rendah dalam mengkonsumsi kertas per kapita, meskipun rata-rata negara bertambah sekitar 7,25% setiap tahun. Jika di bandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti,Malaysia, yang rata-rata bertambah 7,06%, Thailand 5,62%, Filipina 4,18% dan Singapura hanya 3,63% per tahun.
Mengapa konsumsi kertas orang Indonesia masih rendah rekornya? Ada dua faktor alasan. Pertama, pendapatan nasional (GNP) masyarakat Indonnesia masih rendah sekitar 600 US dolar (1996), dan meningkat menjadi 1.000 US dolar tahun 1998. Kedua, ini menyangkut faktor budaya dan kebiasaan, bahwa masyarakat Indonesia tidak secara luas memakai kertas industri seperti, kertas tisu, koran, papan kartu, kertas dupleks dan kertas rol. Menurut Direktorat Jenderal Dasar Obat-obatan, projeksi tahun 1990 akan memerlukan 185,5 juta ton untuk pulp dalam tahun 1994, dan kapasitas pengadaan hanya 183,5 juta ton, sehingga mengalami kekurangan sekitar 2 juta ton. Pada tahun 2000, tuntutan pulp dunia mencapai 215,2 juta ton, sedangkan kapasitas suplai (pengadaan) hanya mencapai 197,3 juta ton, kekurangannya berkisar 17,9 juta ton (Report of APKI, 1999). 
INDUSTRI PULP DAN KERTAS DI INDONESIA
Sejarahnya, industri pulp dan kertas di Indonesia di mulai pada masa penjajahan Belanda. Pabrik pertama di bangun tahun 1923 di Padalarang, Jawa Barat dan Probolinggo di Jawa Timur tahun 1939. Dua pabrik tersebut memakai merang padi dengan proses soda yang menghasilkan sekitar 4.000 ton per tahun dan di bangun oleh perusahaan Belanda bernama Gelderland & Tielens dari Niimegen. Ketika Indonesia memperoleh kemerdekaan tahun 1945, pemerintah Indonesia membangun banyak pabrik kertas, seperti Blabak di Magelang, Pematang Siantar di Sumatera Utara, Basuki Rahmat, Banyuwangi Jawa Timur, dan Gowa di Sulawesi Selatan. Di antara pabrik ini, ada 12 pabrik integratif yaitu perusahaan pulp yang lebih besar dan kertas menjadi satu seperti, Indah Kiat, Kertas Kraft Aceh dan Kertas Leces.
Laporan tahun 1990 mencatat, bahwa kapasitas produksi seluruhnya dari kertas industri adalah 1.716.000 ton, namun realisasi produksi hanya 1.438.100 ton. Ini berarti pabrik hanya bekerja sekitar 83,80% dari kapasitas. Perkembangan produksi pabrik pulp tahun 1998 bertambah menjadi 4.106.200 ton per tahun atau 34% dari pertumbuhan. Pada tahun 2004 produksi pulp meningkat pesat menjadi  5,2 juta ton. Maka, ada suatu korelasi positif antara produksi pulp yang bertambah dengan konsumsi kertas dunia. Ada dua jenis pabrik pulp dan kertas, keduanya baik integrated (menyatu) dan non-integrated. Di dalam laporan riset tahun 1995, telah di terangkan bahwa jumlah keseluruhan pabrik non-integrated adalah 46 unit, terdiri 41 atas pabrik kertas dan 5 pabrik pulp. Pabrik kertas yang besar, namun non-integrated seperti, Tjiwi Kimia, yang menghasilkan 394.000 ton per tahun, dan Indah Kiat pulp serta pabrik kertas di Serang, yang menghasilkan 300.000 ton per tahun, di bawah manajemen kelompok Sinar Mas. Pabrik kertas lain adalah perusahaan Fajar Surya Wisesa, yang menghasilkan 200.000 ton per tahun. Aspek Paper dengan keseluruhan produksi 190.000 ton dan Surya Agung Paper, yang menghasilkan 172.700 ton per tahun. Tipe kedua ialah pabrik pulp dan kertas yang terintegrasi.
Negara sekarang hanya mengontrol 4 unit pabrik pulp dan kertas,yakni melalui perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan seluruh kapasitas produksinya 258.000 ton pulp dan 364.800 ton kertas setiap tahun.

DISKUSI
Ada dua kunci untuk pengembangan industri plywood dari pertengahan tahun 1970-an ke 1990-an. Pertama, pemerintah melancarkan kebijakan yang menyatu dari industri log ke pemrosesan plywood. Perkembangan hutan tanaman industri (HTI) mempunyai pengaruh positif, karena dua faktor. Pertama, keberadaan perkembangan hutan tanaman industri (HTI) tahun 1980-an untuk memenuhi kekurangan kayu sebagai bahan baku untuk industri kehutanan. Kedua, ialah kekurangan kayu untuk industri kehutanan seperti, plywood, sawmill (kayu gergajian) dan pulp dan kertas. Pelaku utama dalam pembentukan hutan tanaman industri (HTI) ialah pemerintah, yang di wakili oleh Badan Usaha Milik Negara (Inhutani) di daerah luar jawa dan juga perusahaan swasta. Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan pulp dan kertas untuk menanam HTI, berkisar antara 200.000-300.000 hektar atau sepadan dengan 10% dari keseluruhan investasi modal untuk insfratruktur pabrik. Peraturan ini berdasarkan atas kebijakan pemerintah bahwa setiap perusahaan pulp harus mencukupi bahan baku kayu untuk dirinya, dan di larang keras untuk menebang kayu gelondongan dari hutan konservasi dan lindung.
Indonesia  memiliki 41 unit pabrik, terus berkembang menjadi 81 unit tahun 1999, dengan keseluruhan kapasitas produksinya 8,3-9,1 juta m³/per tahun kertas pada tahun 2001. Sementara itu, produksi pulp  tahun 1999 mencapai 4,9 ton, dan terus berkembang menjadi 5,9 ton/ per tahun 2001. Tantangan yang serius untuk melaksanakan ambisi ini ialah: (1) produksi kayu yang tidak mencukupi sebagai bahan baku untuk industri kehutanan di masa depan; (2) terjadi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada akhir tahun 1997 sampai tahun 2003, yang menyebabkan ‘devaluasi’ mata uang rupiah. Di sisi lain, terjadi ketidak stabilan politik dan sosial di berbagai daerah Indonesia, selama masa transisi dari pemerintahan Soeharto ke periode reformasi (1998-2004).  


B.  KERUSAKAN HUTAN
PENDAHULUAN
Kerusakan hutan  terjadi di Indonesia, sejak tahun 1970-an. Menjelang tahun 1989 rata-rata keerusakan hutan dunia setiap tahun mencapai 142.000 Km², yang mewaklai 1,8% dari 8 juta Km² hutan yang masih tersisa, dan nampaknya rata-rata kerusakan adalah meningkat cepat (Myers, 1992; Palo & Vanhanen, 2000).
Beberapa faktor yang mengakibatkan kerusakan hutan adalah penebangan log yang berlebihan; praktik illegal logging; konversi lahan hutan produksi untuk kepentingan di luar sektor kehutanan seperti, perkebunan kelapa sawit dan transmigrasi;perambahan hutan;perladangan berpindah, dan seagainya.
Disebutkan di atas, bahwa ‘pengelolaan hutan yang salah’ merupakan penyebab utama kerusakan hutan selama rezim Soeharto. Ada tiga faktor yang berperan, sebagian besar, di dalam rata-rata kerusakan hutan yang tinggi ini. Pertama, tingkah laku para politisi dan sikap dari pengambil keputusan di dalam pemerintahan Soeharto, dengan dukungan dari sistem internasional, yaitu membentuk dan mendorong faktor yang beragam yang memberi konstribusi atas kerusakan hutan tropis. Kedua, kelengahan dalam pengawasan di antara aparat kehutanan  baik di pusat dan daerah di dalam menerapkan prinsip pengelolaan hutan yang lestari. Ketiga, kurangnya penegakan hukum dan pemberi sanksi yang tegas bagi pengusaha swasta, baik domestik maupun transnasional, yang melanggar ‘peraturan’ industri kehutanan.

DEFINISI DEFORESTASI
Di dalam laporan ‘penilaian hutan tropis’, FAO (Food and Agricultural Organization) 2000, memberi definisi bahwa hutan adalah ‘lahan yang luasnya lebih dari 0,5 hektar, dengan tutupan pohon lebih dari 10%, yang secara primer lahan tersebut bukan untuk digunakan pertanian atau pemukiman penduuduk. Definisi ini mencakup baik hutan alam dan tanaman hutan. Sementara itu, Myers (1991), mendefinisikan, bahwa hutan tropis adalah hutan yang hijau sebagian, di dalam sebuah area yang menerima tidak kurang dari 100 mm curah hujan di dalam sebulan atau dua bulan selama lebih dari tiga tahun, dengan arti temperatur tahunan berkisar 24° Celcius. WRI (World Resources Institute) mendefinisikan deforestation sebagai ‘konversi lahan hutan untuk kepentingan penggunaan lahan pertanian’. Kerusakan hutan (deforestation) mencakup lahan hutan yang dipakai infrastruktur seperti, bangunan, pertambangan, tempat pemukiman, lahan penggembalaan, ladang berpindah, dan sebagainya (WRI,2000:275).
Definisi FAO dan WRI mengenai deforestation (kerusakan hutan) kelihatannya lebih cocok dalam menjelaskan skala deforestation dalam skala besar dan menengah yang terjadi di Indonesia. Skala besar kerusakan hutan di sebabkan oleh konversi lahan hutan produksi untuk kepentingan lahan lain atau sektor pertanian seperti, perkebunan kelapa sawit, karet, kopi, lada, dan bahkan lahan padi.

AREA KERUSAKAN HUTAN
Diskusi area kerusakan hutan akan di batasi untuk kasus Indonesia, dengan masing-masing negara menghadapi kondisi yang sama. Data yang baru terdapat dalam FAO (2000), WRI (1995) dan Myers (1991). Baik sumber FAO dan WRI menunjukan bahwa deforestasi rata-rata setiap tahun bertambah secara relatif, tetapi data Myers (1991) masih tak berubah menurut data tahun 1991. Menurut penjelasan Myers (1991), khususnya di Indonesia, penting untuk survei atas area hutan dan deforestasi untuk alasan tingginya rata-rata deforestasi. Menurut taksiran ada 9.000 km² hutan yang hancur rata-rata setiap tahun, ini dipertimbangkan sekarang menjadi taksiran yang rendah, menurut Myers.
Pendapat Myers (1991) atas tutupan hutan dan kerusakan hutan di Indonesia mempunyai masalah metodologi yang spekulatif. Kelemahan metodologi ini di dasarkan pada dua alasan. Pertama,Myers tidak melakukan survei berdasarkan metode yang tepat. Kedua, diskusi mengenai teknik ukuran kerusakan hutan, meskipun sangat berharga, harus tidak ditutupi untuk masalah kebenaran yang ada, yakni pendekatan penilaian kerusakan hutan masing-masing. Sementara itu data WRI (1995) atas area hutan dan rata-rata kerusakan hutan per tahun sejalan dengan gambaran FAO pada tahun 2000. Metode yang diterapkan oleh WRI untuk melakukan riset mengandung dua kelemahan. Pertama, WRI tidak mendukung tim riset untuk melakukan penelitian  lapangan di masing-masing negara tropis. Kedua, WRI lebih menekankan pada penggunaan ‘survey remote sensing’ untuk memperoleh data yang akurat. Dua model studi kualitatif atas pergantian area hutan telah di lakukan. Pertama, suatu kajian telah di buat atas semua dokumentasi yang diperoleh didalam negara, termasuk literatur; digabungkan dengan wawancara narasumber yang mereka bertanggung jawab untuk temuan dan penilaian nasional. Kedua, survei yang intensif telah di lakukan atas literatur ilmiah (dalam jurnal-jurnal ilmiah) yang mencakup aspek-aspek kerusakan hutan tropis.
Komentar kritis penulis atas survei FAO 2000 untuk menentukan tutupan hutan dan kerusakan hutan didasarkan atas dua evaluasi . Pertama, ada kekuatan atas inplementasi metode FAO dalam memperoleh data yang akurat. Pejabat FAO menggabungkan tim riset yang melakukan wawancara dengan narasumber dan juga kajian literatur (buku-buku,koran dan jurnal) mengenai area hutan dan lahan hutan ditaksir lebih akurat informasinya, dan referensinya solid bagi siapa saja yang mengkaji hutan. Kedua, FAO juga melakukan ‘pemetaan’ survey remote sensing pada tingkatan nasional, regional, dan global. Tentunya, metode ini dapat membuat data yang diperoleh akan lebih akurat mengenai area hutan dan kerusakan hutan.

SEBAB-SEBAB KERUSAKAN HUTAN
Kerusakan hutan merupaka kejadian hasil alam dan buatan manusia. Namun kerusakan hutan mayoritasnya  terjadi akaibat pembangunan  manusia yang telah bertambah selama tiga dekade ini.  Istilah kerusakan hutan merupakan hilangnya tutupan pohon dalam jangka panjang dengan sempurna. Pergantian fungsi hutan dari hutan tertutup kehutan terbuka yang pengaruhnya secara negatif letak dan khususnya kapasitas produksi yang lebih rendah atau penurunan mutu lahan (degradation). Banyak para aktivis memodipikasi hutan dapat digambarkan secara akurat sebagai forest degradation (penurunan kualitas dan mutu hutan), yang ter intervensi sebagai aktivitas manusia secara intensif menentukan tingkat kerusakan hutan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Degradasi hutan yang berkelanjutan dapat menyebabkan hilangnya hutan secara keseluruhan, kita harus menggunakan sumber daya hutan dengan bijak untuk mencegah degradasi hutan berkelanjutan.

METODOLOGI
metodologi ini merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui sebab-sebab kerusakan hutan secara sistematis. Cara ini memiliki fokus utama sebab-sebab yang mengakar yang didasarkan atas analis struktural dan sebab-sebab yang terdekat kelihatanya akan menjadi sebab utama dalam rata-rata deferentasi di indonsia. Gambaran atas arti dan tujuan hilangnya hutan membuat untuk lebih mudah dalam mengidentifikasi peran kunci dalam hilangnya hutan. Misal nya log yang komersial, logging (penebangan kayu gelondongan), pembersihan lahan untuk perkebunan, kebakaran hutan. Rezim ordebaru menggunakan paradigma pembangunan yang berbasis ekonomi yang kuat, akibatnya banyak sumberdaya alam termasuk hutan menjadi sumbermodal dengan tujuan untuk mendapatkan devisa asing untuk pembangunan nasional.

 KOMENTAR ANALIS ATAS DEFORESTASI
faktor utama deforestasi adalah sebab-sebab akar dan sebab-sebab terdekat. Para pelaku domestik terlibat dalam kativitas yang menyebabkan hilang nya hutan misalnya, agensi pemerintah baik pusat maupun daerah, perusahaan konsesnsi log, perusahaan konsentrasi kehutanan, pejabat militer dan polisi, dan manyarakat lokal, disisi lain peran agen asing juga mempengaruhi hilangnnya hutan diindonesia misalnya peran negara-negara pengimpor kayu, kapital perusahaan pengimpor kayu, dan institusi keuangan nasional.
Di Indonesia pemerintah sebagai perencana kebijakan pengelolaan kehutanan dan pelaksana kebijakan pembangunan ekonomi yang sentral, namun Dauvergne , yaitu seorang ilmuan dari Britnish Columbia University, Vancouver, Kanada, mengancarkan keritikannya melalui penjelasan politik deforentasi dibawah pemerintahan suharto. Ia mengatakan, kelompok militer mempunyai peran politik dalam hubungan kekuasaan lndonesia, sesungguhnya kelompok ini mengontrol banyak aspek dari struktur politik, termasuk pemerintahan pusat di Jakarta, dan pemerintahan diliar Jawa,birokrasi dan perusahaan negara. ( pacifik arffairs, 1993-1994, vol. 66, no. 4:504)


LSM MENGKRITIK PENGLOLAAN HUTAN
WAWANCARA ATAS SISTEM HPH
Ginting dari Walhi ( Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengkritik jika kerusakan hutan yang terjadi sekarang ini diawali pada rezim Soeharto, disini terjadi perbedaan data atas luas wilayah hutan di Indonesia antara TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) dan RePPProt (Regional Planning Programer for Transmigratiin)
Klasifikasi Hutan
TGHK
RePPProt
Hutan Konserfasi
14,59
18,42
Hutan Lindung
22,53
20,25
Hutan Produksi Tetap
15,39
19,79
Hutan Produksi Terbatas
30,74
10,77
Hutan yang dapat Dikonserfasi
16,24
76,64
Hutan Yang Tidak Diklasifikasi
48,02
1,63
Total area
147,52
147,50
Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan jika kedua lembaga survei diatas memiliki perbedaan yang sangat signifikan dalam mendata luas daerah hutan di lndonesia.
Ginting mengkritik praktik konsesi log. Menurut Ginting dan Wilhi, ada dua akar utama konflik keberadaan HPH ditengah-tengah masyarakat lokal. Pertama konflik berdasarkan tata ruang (space), karena pemerintahan suharto mengklaim, berdasarkan Undang-undang Kehutanan No. 5/1967, bahwa lahan hutan adalah milik negara. Karena undang-undang ini terjadi konflik antara masyarakat lokal dengan pengusaha diberbagai tempat.

WACANA atas DANA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI)
Menurut Ginting ada tiga kesalahan dalam pembangunan HTI. Pertama, sasaran utama untuk mendapatkan dana HTI dibarengi dengan perolehan izin (izin pemotongan kayu), kedua, dana asli dari HTI berasal dari dan reboisasi (DR), yang ke tiga, akuisisi lahan masyarakat lokal oleh pengusaha suasta untuk area HTI diberbagai daerah bermakna bahwa hak-hak masyarakat adat sedang diabaikan. Ginting menekan kan banyak terjadi salah konsep dalam pembangunan HTI. Hti dan hutan alam memiliki keseluruhan fungsi yang berbeda. Hutan alam memiliki ekosistem yang kompleks, sedangkan HTI tidak (monokultur).

WACANA atas AKIBAT INDUSTRI PLYWOOD
strategi pemerintah suharto untuk mengembangkan industri plywood (kayu lapis) setelah sektor minyak dinilai cukup evektif, karena industri plywood ini mampu menyumbang dana 9,7 juta meter persegi  dan mendapatkan devisa sebesar 4,5 miliar US dolar. Namun menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 1990 industri plywood tidak mendukung terciptanya lapangan pekerjaan, karena industri plywood banyak menggunakan kayu 72% log, namun hanya menyerap 9-12 pekerja per 1000 meter kubik. Hal ini dinilai sangat sedikit jika dibandingkan dengan industri kayu lainnya. Semakin lama industri plywood ini semakin lambat pertumbuhannya jika dibandingkan dengan industri kayu yang lainnya dalam hal pendapatan devisa. Maka, menurut Walhi, pengaruhnegatif atas kebijakan pemerintah yang terdahulu, yakni melakukan proteksi (perlindungan) memberi fasilitas kredit dan pemasaran, mengakibatkan pertumbuhan yang cepat dan produksi berlebihan. Jika pemerintah tidak bertindak dalam waktu dekat maka praktek illegal logging akan mengancamkerusakan hutan diarea hutan konservasi, hutan lindung, dan taman nasional dibanyak daerah diindonesia

WACACANA ATAS AKIBAT INDUSTRI PLYWOOD
Strategi pemerintahan suharto untuk mengembangkan ‘industri plywood’ (kayu lapis) Setelah sektrominyak dan gas sangat penting. Peranan pemerintah sebagai fasilitator Ekonomi  dan apkindo (asosiasi perkumpulan kayu lapis indonesia) di dalam memfasilitasi pasar luar negeri dinilai penting. Dari kebijakan yang bersifat sinergis ini, industri plywood mengalami keberhasilan dan menjadi produser kayu lapis terbesar di asia. Tahun 1993, industri plywood menghasilkan 9,7 m3 dan mendapat devisa asing sejumlah 4,5 milyar US dolar. Namun , tahun 2000 produksinya mengalami penurunan, hanya sekitar 6,9 juta m3 dengan perolehan 2,4 miliar US dolar, karena erjadi resesi ekonomi. Bagaimanapun, indusri plywood tidak berkembang cepat karena kekurangan bahan baku kayu. Ini erjadi karna pengusaha plywood tidak efesien dalam menggunakan bahan baku, akibat perdagangan internal,monopoli, praktik kartel dan sisem kuota. Sementara itu, kemajuan industri plywood tidak disertai perencanaan yang akurat atas program reforestasi (penanaman kembali kayu) oleh pengusaha swasta. Sebagai mana dicatat oleh investigasi Walhi, ‘’indusri kayu di indonesia memerlukan hampir 70 juta m3pada tahun 1998,tetapi kapasitas hutan produksi hanya menyumbang sekitar 26-30 juta m3 (wawancara dengan ginting, 16 april 2001).
Menurut badan pusat statistik, pada tahun 1990 industri plywood tidak mendukung tercipta kesempatan kerja dan pendapatan tambahan. Alasanya, industri plywood menggunakan sekitar 72% kayu log, namun hanya menyerap 9-12 orang per 1.000 m3 . hal ini di nilai hanya sedikit di bandin dengan kayu lainnya. Bahwa industri plywood menempati ranking ke-8 di dalam semua industri pemrosesan kayu, yakni di bawah industri gergajian, molding, perabot rumah tangga,kontruksi rumah kayu, dan sebagainya. Sementara itu, pajak langsung, rangking penyerapan buruh nomer (7), dan keseluruhan pendapatan tambahan no (5) (Tanah air,Edisi 1, 1996). Di lembaga Apkindo Korupsi juga terjadi.
Industri plywood agak lambat pertumbuhannya dibandingkan dengan industri pemrosesan kayu lainnya dalam hal pendapatan devisa asing. Misalnya, dari tahun 1988-1993, industri plywood tumbuh mencapai 95,5%, kayu gergajian 339%, dan industri rotan 126,4%. Maka, menurut investigasi Wahli, pengaruh negatif atas kebijakan pemerintah yang terdahulu, yakni melakukan proteksi, memberikan fasilitas kredit dan pemasaran mengakibatkan pertumbuhan yang cepat dan produksi berlebihan. Sekarang ini, kekurangan bahan kayu sekitar 30 juta m3 , dikaitkan dengan prodiksi yang berlebihan di dalam industri kayu, khusnya dalam indusri plywood dan plup. Jika pemerintah tidak berbuat di dalam waktu dekat, prkik ‘’illegal loging’akan mengancam kerusakan hutan di dalam hutan konservasi.

WACANA ATAS AKIBAT INDUSTRI PULP DAN KERTAS
Sebagaimana diterangkangkan di atas, perkembangan industri plup dan kertas sangat luar biasa. Tahun 1999 , yang terdiri atas 65 pabrik kertas, dan 10 unit intregasi plup dan kertas, serta 6 unit pabrik plup. Dari 81 unit pabrik ini dihasilkan 4,9 juta ton plup dan 8,3 juta ton kertas. Industri plup dan kertas tersebut menyerap sekitar 110.000 pekerja.pemerintah berencana, bahwa tahun 2005, indonesia akan menjadi salah satu dari sepuluh produser plup dan keras dunia.
   Dasayangkan, kemajuan industri plup dan kertas mempunyai tiga akibat problematik yang kritis, yang belum dapat di pecahkan. Perama, industri plup dan keras, karena kekurangan bahan baku dalam hal HTI (Hutan tanaman industri), kondisinya belum dapat memenuhi sasaran. Sebagai gambaran, satu industri plup memerlukan lahan area HTI sekitar 200.000-300.000 hektar. Dengan demikian, 6 unit pabrik plup, sebagai contoh, akan memerlukan 1,2 juta hekar. Sedangkan, tahun 1994, untuk produksi 1,3 juta on plup dan 3 ton keras, pabrik tersebut memerlukan lebih dari 1 juta hektar tanaman HTI. Kenyataannya, berdasarkan laporan wahli tahun 1994, tanaman HTI hanya mencapai 139.908 hekar(13%) dari kebutuhan industri plup dan kertas. Berdasarkan peraturan menteri ke hutanan No.20/Kpts II/1983, ‘’pembangunan HTI merupakan salah satu program rehabilitasi lahan yang kritis dan meningkatkan potensi hutan produksi agar dapat mensuplai kayu yang memadai sebagai bahan baku untuk industri plup dan kertas”. Dengan mayoritas di tanam di lahan hutan alam terdahulu, sebagaimana terjadi di taman Nasional pelaihari, tanah laut, provinsi kalimantan selatan, di mana ia di ijinkan  di area sekitar 35.000 hektar, namun perusahaan hanya menanam 27.500 hektar.
  Maka, menurut laporan wahli, berdasarkan potensi tanaman HTI, produksi plup dan kertas harus mencapai  1,7 juta ton.78 kekurangan kayu, biasanya di peroleh melalui praktik ‘illegal loging’ , di mana banyak cukong kayu membayar masyarakat
77 . lihat, laporan press Release walhi, 1990, untuk informasi, yakni korealasi praktik illegal logging               dengan konsumsi yang berlebihan dari industri kayu akan berdampak kerusakan di berbagai daerah.
78 . lihat informasi, Directory (1999), indonesia plup and paper industry, bahwa kapasitas produksi plup mencapai 2.054.700 dan kertas 2.399.100; Lihat juga jurnal tanah air: jurnal lingkungan hidup, Edisi 1, 1996, untuk perbandingan ‘bahan baku’ yg di sediakan untuk industri plup dan kertas, tahun 1994.
   Kedua, ini menjadi lebih umum erjadi konflik lahan antara masyarakat lokal dan pemilik konsesi HTI di berbagai daerah di indonesia. 79 konflik lahan yang serupa juga terjadi di Desa Sugapa, Toba, Sumatera utara, konflik ini terjadi tahun 1987 mengenai 51 hektar dari lahan adat, yang di ambil dari perusahaan Inti Indorayon Utama (IIU) untuk area tanaman HTI. Perusahaan membayar sekitar 625.000 kepada kepala desa dan camat sebagai kontrak untuk 30 tahun atas 51 hektar.maka harga kontrak perhektar hanya Rp 12.500. kesulitan utama mereka, banyak anggota masyarakat tidak menyetujui kontrak ini  yang menurut tradisi lokal.
  Ketiga, terjadi pencemaran lingkungan akibat produksi industri plup dalam jaka panjang. Ini biasanya terjadi di negara-negara berkembang, seperti indonesia, thailand, Malaysia, Filipina, dan sebagainya, bahwa beberapa pabrik industri tidak mempunyai pengelolaan limbah cair yang tidak mencukupi. Maka, populasi lingkungan terjadi seperti di atas air, udara dan spesis biologis dapat terkena akibatnya secara serius. Maka menurut Kitoshi Uematsu, tenaga ahli JICA (japan International Cooperation Agency), yang bekerja di sumatera utara.  Bahwa industri plup menghasilkan sekitar 50-60% plup. Kususnya ‘Lignin’, sebagai sari kimia ‘buangan cair’. Jika buangan cair ini di buang di sungai,akan mencemari kualitas air yang menyebabkan bau busuk, dan masyarakat kehilangan sumber yang penting seperti air minum, untuk keperluan untuk mandi dan mencuci. Dan aktifitas pertanian juga terhenti. Ikan dan akar padi akan mati karena terlalu banyak terkena zat sulfide dan akali.menurut investigasi Walhi, Tingkatan PH mencapai 4-5, tingkatan yang berbahaya untuk tingkatan spesis hidup.

IMPLIKASI ATAS ISU-ISU LINGKUNGAN
Telah disebutkan, ada hubungan dekat dengan keruakan hutan (degradasi dan deforestasi) dan pengelolaan huan masa soeharto dengan implikasi lingkungan. Implikasinya seperti,kebakaran hutan, pergantian iklim, rusaknya spesis biologis, banjir, panas, polusi air dan udara yang mengakibatkan kerusakan besar, misalnya Ekonomi, lingkungan dan sosial.

KEBAKARAN HUTAN
Mengapa kebakaran hutan terjadi di indonesia? Dan bagaimana sistem manajemen untuk mengatasi kebakaran hutan? Peranyaan ini sulit di jawab. Akibatnya pada tahun 1982-1983 dan 1997-1998. Banyak studi sebelumnya (walhi, 1983; wirawan, 1984, Brookfield & Byron, 1993, dll.), 82 yang melihat kebakaran ahun 1982-1983 telah menghancurkan 3,7 juta hektar.faktor penyebab adalah salah pengelolaan hutan, karena dua alesan :(1) kebakaran hutan paling banyak letaknya di area konseksi Hak pengusahaan Hutan (HPH) sekitar 70% dan 20% terletak di erah peladangan berpindah dan 10% di hutan primer;(2) dan kurangya inspeksi dan sanksi yang tegas oleh aparat penegak hukum dan departemen kehutatanan tingkat profinsi dan kabupaten bagi pemilik pemegang HPH yang melanggar peraturan.
 Sebaliknya, kebakaran hutan tahun 1997-1998, yang di taksir kebakaran hutan paling besar, telah merusak 5 juta hektar, penyebab utamanya adalah ‘pemebersihan lahan’, yang dilakukan oleh pemilik perkebunan, khususnya tanaman kelapa sawit di hutan konversi. Menurut investigasi  Walhi. Pemilik perkebunan mendorong pembakaran hutan secara sistemik tahun 1997-1998. ini terjadi karena kebijakan pertanian, bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah target utama masa depan. Ludwig schrindler, peneliti GTZ dari jerman, mengkritisi kebakaran hutan di indonesia. Dia mengatakan, bahwa ‘kebakaran hutan di sebabkan oleh kesalahan manusia sekitar 99%’,84 Indonesia lagi tak siap. Hanya provinsi kalimantan timur Tahun 1997 berusaha mengelola untuk mencegah kebakaran hutan, yakni dengan menerapkan sistem peringatan dini dengan memperkenalkan alat IFFM?  GTZ. Bagaimanapun juga, pada tahap ke dua, di mana panas melanda kalimanan timur tahun 1998, situasi menjadi tanpa harapan. Kombinasi fatal yang menimpanya selam 10 bulan tanpa hujan.
Kebakaran Huan pada Tahun  1997
Menurut PHPH (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan) , kebakaran hutan tahun 1997 menghancurkan sekiar 383,870 hektar (Laporan Kementerian Lingkungan, 1998) , menurut laporan provinsi dan sumber-sumber independen lainnya85 , kebakaran hutan lebih besar sekitar 627.280 ha. Tabel berikut ini merupakan taksiran kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran hutan.
Sumber lain mengemukakan bahwa kebakaran hutan dari tahun 1997-1998 ditaksir menyebabkan kerusakan sekitar 9,7 juta ha, di kalimantan sendiri sekitar 6,5 juta ha, di makan api (The Asahi shimbun, 23 september 2002), di katakan hutan tropis ini rusak, seperti akasia dan albasia , kebijakan departemen kehutanan yang di promosikan akhir tahun 1980-an.
 Apa akibat kebakaran hutan dan kesehatan lingkungan ? 1997/1998 , sekurangnya 20 juta orang indonesia telah terkena baik tidak langsung maupun tidak langsung, polusi udara dan air. asap hiam yang mengandung polusi udara CO, CO2, NO (x), NH4, dan bakteri separti streptococcus, mengakibatkan ribuan oranng di riau, sebagai contoh, asap juga telah mengakibatkan 74.000 murid sekolah dasar dan sekolah menengah peratama (SMP) terpaksa tinggal di rumah, sampai asap tersebut hilang.
 Apa implikasi aspek ekonomi dalam soal transportasi akibat kebakaran hutan ? sabagai mana di catat oleh Gerhard (1998)87 , provinsi yang paling menderita terkena kebakaran ialah kalimantan tengah, di mana partikel puncak terkonsentrasi mencapai 4.000 ug/m3. Di hampir semua lokasi, jarak pandang harian di bawah 3 km untuk sekurang-kurangnya 50 hari.
Sejak april 1997 , indonesia telah membawa ‘konfrontasi asap’ terhadap negara-negara etangga .

POLUSI AIR DAN KEKURANGAN MAKANAN
Bertambahnya kejadian hujan asam, banjir dan perubahan lain dalam zat kimia air,telah membawa debu kebakaran, yang secara jelas menjadi faktor pemicu meledaknya dalam masyarakat. Misalnya , aeromonas hydrophila, staphyloccus dan pseudomonas sp, yang menyerang dan menyebabkan epidemik infeksi kulit di antara populasi ikan di sungai mahakam (Tempo, 4 agustus 1984). Perumahan sepanjang sungai mahakam, misalnya terkena polusi air untuk beberapa bulan musim selama musim hujan tahun 1993-1994 (Wirawan 1984).
    Widodo dan Rahman (1984)89 mencatat, bahwa asap telah menutupi berbagai tempat dan implikasi kesehatan bagi masyarakat lokal. Banyak penerbang memberikan reportasi bahwa asap tebal mencapai 5.000 di dalam air. Keadaan serupa juga menimpa bandara lain di kalimantan dan juga mengganggu jadwal penerbangan, baik di surabaya, serawak, sabah, maupun singapura. Misalnya, berpergian melalui darat dari balikpapan menuju samarinda yang jaraknya sekitar 97 km sangat berbahaya, pandangan yang kabur teapi juga lompatan api yang kadang menyerang jalan.
Menurut judith mayer (1982), implikasi dari akibat kebakaran dan kekeringan tahun 1993 di masyarakat pedesaan sangat serius. Data survei atas kerusakan tanaman pada tahun 1982 dan 1983 menunjukan, bahwa kebakaran dan kekeringan telah membawa bencana kekurangan hasil panen padi pada tahun 1982 di 5 dari 12 desa yang di survei, misalnya, desa pelawan, Long segar, muara danau, long lees, dan melan.
Bahkan di Desa Long Bleh dan kalekat, banyak pohon buah tidak kena kebakaran, tetapi pohon gagal menghasilkan buah untuk dua musim setelah kejadian kebakaran. Bagi mereka yang tidak dapet memperoleh pilihan suplai bibit padi, juga tidak dapat di tanam pada musim tanam tahun 1983-1984. Nampaknya, musibah yang keras ini mengakibatkan pemerinahan kutai kertanegara mengelola secara ‘darurat’ distribusi beras dua kali  dalam satu minggu sebesar 2,5 kg beras setiap kepala keluarga selama satu tahun, bagai desa-desa di tepi sungai.

KERUSAKAN SPESIS TANAMAN
Pulau kalimanan (Borneo) memiliki flora dan fauna yang sangat kaya, dengan jumlah sekitar 3.000spesis pohon, 2.000 spesis anggrek dan 1.000 spesis tanaman bunga. Ada 37 endemik burung ( bandingkan dengan pulau sumatera yang ada hanya 20), dan ada 44 endemik binatang mamalia (bandingkan hanya 8 jenis mamalia di sumatera) (Padock Peluso, 1996:60).90.
Berdasarkan survei lapangan yang singkat di dalam area yang terkena kerusakan atas fauna dan flora, Lennertz dan panzer (1984) mengakui ada tiga ketegori kerusakan. Pertama, area yang hanya menerima kerusakan kekeringan dan 10% dari tutupan pohon mati. Kedua, area yang terkena kerusakan, baik kekeringan dan kebakaran dan sekitar 10-15% dari tutupan pohon telah mati. Ketiga, area yang mengalami kebakaran serius, dengan lebih dari 50% tutupan pohon mati. Studi yang lebih lanjut memberikan indikasi bahwa area yang terkena akibat kerusakan adalah kategori yang ke dua dan ke tiga. Wirawan (1984), menemukan bahwa jumlah tutupan pohon mencapai 71% sebagai akibat kekeringan. Sebagai gambaran, akibat kebakaran di taman Nasional Kutai, yang luasnya sekitar 306.000 hektar di temukan oleh pearson (1975)91 sangat kaya di dalam spesis burung sebelum kebakaran hutan.
Bagaimanapun, setelah ke kebakaran,menurut tudi wirawan (1988), Leighton dan Wirawan (1986), Azuma (1988), dio (1988), dan suzuki (1988)92, memberikan indikasih bahwa binatang mamalia yang paling banyak jumlahnya (kecuwali badak sumatera) masih ada hutan kalimantan. Seperti di catat oleh leighon dan Wirawan (1986)di area studi Menkoto.
Studi oleh supriatna (1997) mencatat bahwa hutan indonesia menghasilkan bermacam spesis tanaman obat, seperti substansi macam-mmacam antibiotik. Masyaraka pedalaman sumatera dan kalimantan telah sejak lama mengenal bermacam-macam tanaman obat yang dapat mencegah banyak penyakit. Juga suku anak dalam di sumatera selatan memakai 54 spesis, suku Talang Mamak di Riua 36 spesies, dan suku Harawu di kalimantan tengah 100 spesis.
Menurut Mack Kinnon, et.al. (1996), kebakaran hutan menyebabkan gangguan serius atas lima ‘lingkungan hutan’, yakni proses pergantian alami, produksi substansi organik, Dekomposisi substansi tanaman, siklus sumber air dan pembentukan kesuburan tanah.
Disimpulkan bahwa pengaruh kekurangan cahaya matahari untuk sebulan menyebabkan proses asimilasi terhalangi untuk menciptakan karbon hydrat dan jaringan organik. Keadaan ini juga berpengaruh lebih jauh atas tumbuhnya tanaman spesis biologis. (soejito, 1997).

PERUBAHAN IKLIM
Perhatian yang terbesar luas atas menurunnya kualitas udara dan potensi pemanasan global telah menjadi acuan perhatian umum pada ‘paru-paru’ planet, yakni kondisi hutan. Misalnya pertengahan bulan september 1989, baik majalah Time maupun The Economist gambaran covernya adalah ‘kebakaran hutan’ dari hutan tropis basah amazon. Sekarang ini, 7 negara industri maju, yang terdiri atas 11% dari populasi dunia, menghasilkan 40% dari keseluruhan emisi karbon dioksida.
Fungsi hutan tropis ialah memproduksi ‘karbon sink’ (zat asam). Ia menyerap karbon dioksida dari atmofer dan menghasilkan karbon. Ketika hutan di bakar, mereka melepas gudang karbon  kembali ke atmosfer, mempercepat menghasilkan karbon dioksida, gas rumah kaca  yang menghasilkan kepada pemanasan global (Wood, 1990:23).95 oleh karena ini, ilmuan dunia dan pembuat kebijakan berada di bagian terdepan untuk mengundang di dalam mengakhiri atas penghancuran hutan tropis basah. Meskipun, pergantian iklim global hanya hal salah satu kerusakan hutan yang  sangat besar jumlahnya, dikaitkan dengan isu yang berlangsung, namun merupakan ini salah satu yang paling banyak menarik perhatian.
Bagaimana perubahan iklim berakibat atas indonesia? Komite indonesia atas monitoring perubahan iklim mengarahkan bahwa dorongan perubahan iklim di indonesia akan di bandingkan dengan rekor yang lampau. Namun, perubahan iklim antara 1970-1987, paling banyak negatif. Kelihatannya, perubahan antara musim mansoon timur (juni-agustus) lebih besar dari pada selama musim mansoon barat (desember-pebuari). Temperatur yang minim, meskipun penting, bertambah hanya 0,01 C per tahun di atas 1916-1946.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pengelolaan Hutan Dalam Pemerintahan Soeharto”.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari mata kuliah Sosiologi Lingkungan.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun kata, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnakan makalah ini.
Makalah ini membahas tentang eksploitasi sumber daya alam,khususnya sektor kehutanan pada masa pemerintahan Soeharto. Dampak dari eksploitasi hutan yang tidak berasas pada pengelolaan hutan yang lestari yang mengakibatkan berbagai macam masalah.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu. Semoga segalah bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian makalah ini mendapatkan imbalan dari Tuhan yang Maha Kuasa. Kiranya makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa dan mahasiswi progam studi Teknik Lingkungan.

    PENUTUP

    KRITIK DAN SARAN

     Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan  dan jauh dari    
     sempurnah.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran  yang   
     membangun demi melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.





2 komentar:

Miliana said...

blognya sangat bermanfaat sekali kak

pt markaindo selaras

Hell Nia said...

Togel merupakan game yang menjadi primadona di semua kalangan untuk saat ini. Dengan modal yang sangat kecil dan hadiah JACKPOT yang di berikan oleh MADAM TOGEL yang sangat besar menjadikan game togel hobi yang sangat bermanfaat bagi Anda yang sedang membutuhkan uang di masam pandemi saat ini.

Untuk meraih JACKPOT yang sangat besar maka dibutuhkan keahlian dalam menentukan angka-angka yang akan dipasang agar menjadi angka yang tepat dengan hasil result yang keluar. Dalam menentukan Angka kali ini https://165.22.110.99/ sudah menyiapkan PREDIKSI MADAM TOGEL untuk menjadi referensi Anda dalam melakukan bettingan.

Untuk pasaran yang cukup banyak digemari dan hasil result nya pada pukul 13.50, yaitu pasaran togel sydney. Anda semua bisa melihat di PREDIKSI TOGEL SYDNEY sebagai referensi.

Pasaran yang banyak digemari pecinta togel kedua yaitu pasaran Singapore. Nah, untuk pasaran Singapore kita juga sudah siapkan PREDIKSI SINGAPORE dimana prediksi tersebut sudah dirancang oleh ahli togel dengan rumus-rumus yang hanya ahlinya yang tau^^.

Sementara itu, pasaran togel Hongkong merupakan pasaran yang sangat ramai saat ini. Untuk memudahkan semua dalam mencapai JACKPOT dalam Togel Hongkong kita juga sudah menyiapkan prediksi yang sangat jitu dan sudah banyak diuji banyak player untuk mencapai jackpot. Jangan khawatir karena PREDIKSI HONGKONG ini berasal dari player-player yang berasal dari Hongkong langsung yang sudah dipastikan tidak asing lagi dalam dunia toto^^

Post a Comment

 
;
menu autocaristes pas cher | free wordpress themes download | WordPress tutoriels